Mohon tunggu...
Julie Nava
Julie Nava Mohon Tunggu... -

Indonesian writer and Branding Consultant. Live in Detroit - Michigan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ketika Pria Lebih Peduli

16 Maret 2012   19:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:56 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin saya klik sebuah link tentang iklan Huggies terbaru, yang heboh lantaran menggambarkan pria (ayah) sebagai sosok yang “idiot”, tidak tahu apa-apa soal mengurus anak. Tadinya saya tidak ngeh, karena memang jarang menonton TV. Baru setelah ada kontak yang menampilkan linknya di Facebook, saya menonton iklan itu sampai selesai. Dan pahamlah saya, mengapa iklan itu menuai protes.

Secara pribadi, sebenarnya saya menganggap iklan itu lucu, dan cute. Melihat para “daddy” itu menjaga anak, saya jadi ingat huru-hara yang terjadi hampir setiap hari sewaktu anak kami masih bayi. Kadang saya sengaja sembunyi, membiarkan suami panik saat harus mengganti diaper anak. Kadang saya yang ditertawakan oleh dia kalau kebetulan dapat “jatah” di luar dugaan.

Siapa yang paling “payah” untuk soal mengurus anak? Sepertinya kami berdua punya level sama. Berhubung segala sesuatu dipelajari lewat buku dan training, tidak didampingi orangtua, maka banyak sekali kekonyolan yang kami lakukan. Mulai dari memasang diaper terbalik, salah potong rambut, lupa bawa diaper bag, panik mencari tempat untuk menyusui, kurang tidur, sampai paranoid; bolak-balik mengecek apakah car-seat sudah terpasang sempurna, apakah selimut sudah rapi, dan menghitung jam apakah sudah sampai waktunya untuk memberi ASI.

Siapa yang paling terampil pada akhirnya? Tentu kami berdua, karena kami menjalani semuanya bersama.

Bukan hal aneh di sini jika ada pria yang peduli soal mengurus anak. Mengganti diaper, menyuapi, bermain bersama, mengantar ke sekolah. Bahkan saya berpendapat, rumah tidak lagi jadi domain eksklusif para istri. Pembagian kerja di rumah lebih berdasarkan pada soal siapa yang punya waktu untuk mengerjakannya, bukan berdasar gender. Saat krisis ekonomi sekitar tahun 2007 lalu, banyak pria memilih menjadi stay-at-home Dads dan istrinya mencari nafkah. Itu karena di saat krisis, yang terpenting adalah siapa yang dapat survive. Jika sektor kerja lebih memilih perempuan, maka Moms yang mengambil alih peran.

Namun rupanya stereotype soal pria dan perempuan tetap melekat sekalipun pembagian peran tersebut sudah jauh lebih cair. Iklan Huggies ini salah satu contohnya. Mereka masih menggunakan media diskusi panel yang mayoritas berisi perempuan, sementara laki-laki dikesampingkan signifikansinya. Sewaktu iklan mereka tampil, persepsi yang mengukuhkan stereotype masih kuat, yakni menempatkan sosok pria sebagai pihak yang tidak kompeten.

Saya tidak tahu persis berapa sebenarnya prosentase pria yang mahir untuk urusan mengasuh anak saat ini, namun protes yang muncul terhadap iklan tersebut menggambarkan betapa sudah berubahnya pola di masyarakat. Jika cukup banyak pria menilai iklan tersebut seksis, maka cukup bukti untuk mengatakan bahwa pria pun punya andil cukup besar dalam soal pengasuhan anak di masa sekarang.

Pertanyaannya kini: akankah stereotype tersebut berubah oleh protes semacam ini? Mungkin belum, karena sekali lagi, sebuah stereotype sukar hilang atau berganti. Namun setidaknya, ini membantu untuk menghapus kesan tabu; di mana pria dianggap tidak selayaknya berurusan dengan soal domestik dan perempuan seharusnya tidak “melanggar kodrat” dengan menyertakan pria untuk mengurus anak.

Soal anak semestinya memang menjadi tanggung jawab dua pihak. Saya setuju sekali dengan ini.

*****

Picture from: http://moms.today.msnbc.msn.com/_news/2012/03/14/10672805-dads-arent-dummies-in-the-diaper-wars

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun