[caption caption="NH"][/caption]
Dengan berirama tetap, bernada riang, Gadis memasukkan bunga-bunga indah ke dalam kitab ungu violetnya.
Begitu tampak sosok Jaka dari jauh, ia pun mengacung-acungkan kitab tersebut, yang sebelumnya dijunjungnya ke arah langit biru. Gadis menyampaikan kitab itu ke tangan perkasa Jaka tanpa canggung.
Dengan wajah penuh binar-binar asa, ia menyampaikan maksudnya pada Jaka.
Jaka menggeleng,”Aku tak ingin mengurusi, mencampuri segala pekerjaan yang tak perlu.” Keangkuhan bergayut pada ucapannya.
“Rasanya engkau hampir benar. Tapi jenguklah sebentar buku ini,” rajuk Gadis.
Jaka menengok sekilas pada benda tersebut. Hmm.. hanya ada bunga seruni, aster, dan kecubung, bertebaran semusim di dalamnya. Dan selebihnya adalah lembaran-lembaran kertas buram dan muram.
Alis Jaka mengernyit tak paham, apa arti buku kosong yang hampa itu. Sunyi dari garit.
Tanpa mengacuhkan ekspresi muka tampan Jaka, Gadis terus berkata-kata. Komentar khas perempuan.
“Dari itulah aku mengundangmu. Aku tak memaksa, tetapi kitab ini begitu dahaga, ia tengah dilanda kehausan. Isilah dengan air jernih hasil purifikasi impuls-impuls syaraf di otakmu.”
Untuk akhirnya, Jaka tak mampu menampik permintaan Gadis yang telah beberapa kali diulang.