Mohon tunggu...
yuliasih wahab
yuliasih wahab Mohon Tunggu... -

I'm a psychology student at universitas YARSI

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sesal dan Rindu

22 Desember 2012   11:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:12 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sepi dan sendiri. Disaat-saat seperti sekarang inilah ada sesal dan rindu yang datang berdampingan.

Rasanya masih sangat jelas dan nyata, seperti tanah yg masih basah terkena hujan.

Ketika untuk pertama kalinya aku berani bermain-main dengan perasaan.

Ketika untuk pertama kalinya aku mengerti apa itu cinta.

Ketika untuk pertama kalinya aku rela berkorban hanya untuk seorang lelaki sederhana.

Dan semua itu karena kamu, hanya karena kamu, yang entah bagaimana mempunyai cara unik untuk membuatku tertarik.

Seharusnya sebelum semuanya seperti ini, sebelum kamu ataupun aku tersakiti, aku bisa mencegah rasa ini untuk terus tumbuh.

Yaa seharusnya tidak perlu ada cerita panjang tentang aku dan kamu, tentang kita.

Andai saja dari awal, ketika rasa ini baru tumbuh aku berani memangkasnya hingga ke akar, agar tak lagi tersisa.

Andai saja dari awal, ketika aku meyakini bahwa cinta itu kamu aku berhati besar untuk menyimpan cinta itu rapat dan terkunci hanya untukku, agar tak mungkin untuk kamu tau dan bersimpati denganku.

Andai saja dari awal, ketika aku tau bahwa kamu ternyata mempunyai sedikit tempat untuk berbagi denganku aku berani memungkiri dan lari dari peluang itu, agar tak mungkin ada jalinan cerita cinta yang terajut antara kita.

Tapi semuanya telah terjadi, iya semuanya terjadi begitu saja di luar kendaliku. Semua ‘andai-andai’ itu hanya menjadi penyesalan yang telat sekali datangnya.

seharusnya ketika rasa ini baru tumbuh aku sanggup untuk memangkasnya, tapi kini? Apakah aku sanggup untuk melakukannya? Rasa ini sudah terlanjur aku biarkan tumbuh dan semakin menjadi, malah sudah menetap mantap di hatiku.

Seharusnya dulu aku menyimpan saja cinta ini hanya untuk ceritaku, tanpa kamu harus tau, tapi kini? Kamu sudah tau, sangat tau, dan malah berbaik hati untuk membalas cinta ini, penuh tanpa kurang sedikitpun.

Seharusnya dulu aku mengambil langkah mundur ketika kamu mendekat untuk menawarkan menjalin cerita bersama, tapi kini? Sudah tidak lagi ada tempat di belakang sana untuk aku mundur, semuanya sudah terjalin, cerita aku dan kamu, cerita cinta kita, dan Tragisnya, di depan sana juga tidak tersedia tempat untuk aku melangkah maju , jadi aku hanya bisa diam di tempat.

tidak adayang salah sebenarnya dengan semua yang sudah terjadi antara kita.

Aku yang terlalu egois untuk memaksakan semuanya berjalan sesuai yang aku inginkan, memaksakan apayang seharusnya tidak terjadi.

aku memaksa kamu untuk mau mencintaiku seperti aku mencintaimu, dan aku berhasil, karena wanita memang mampu melakukannya. Tapi yang terjadi kini, aku meninggalkanmu dengan cinta yang telah susah payah aku bangun dan menghancurkannya dengan tanganku sendiri

aku memaksa kamu untuk menjalin cerita bersamaku, dan aku berhasil. Kamu dan aku, kita sama-sama menjalin asa dan harapan. Tapi yang terjadi kini, aku memotong paksa jalinan cerita yang telah kita rangkai bersama.

Jujur, aku menyesal telah melakukannya.

Aku menyesal harus mengenalmu dan memulai segalanya.

Jelas aku tau dari awal, mencintaimu bukan perkara mudah. Apalagi menjalin cerita cinta denganmu, itu hal yang memang tidak seharusnya.

Tapi rasa ini terlalu besar untuk aku diamkan dan aku simpan sendiri. Cinta ini terlalu munafik untuk tidak mengharapkan balasan dari kamu.

Maka disinilah aku sekarang. ..

Dengan sejuta sesal yang menyedihkan. Kenapa aku bodoh, memulai dan mengakhiri cerita yang seharusnya memang tak pernah ada.

Dengan tumpukkan rindu yang menyesakkan. Kenapa aku tega, meninggalkan kamu disaat hatimu sudah nyaris utuh untukku.

Aku menyesali telah bertindak egois demi cintaku, karena pada akhirnya aku harus menyakiti orang yang justru aku cintai.

Aku merindukan kamu, tapi mulai kini semua rasa di hati ini, cukup hanya untukku tanpa perlu kamu tau lagi, karena aku tidak akan mungkin melakukan hal yang sama seperti yang pernah aku lakukan dulu.

Aku mencintai kamu, masih sampai detik ini dan entah akan terus sampai kapan. Tapikini aku sadar, hidup ini bukan hanya perkara menjalani apa yang kita inginkan. Ada saat di mana keinginan tidak sejalan dengan takdir. Dan itu adalah saat aku memilih untuk mencintai kamu, juga sebaliknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun