Inilah akhir cerita aku dan kamu.
Tidak sedih, juga tidak bahagia.
Tapi, banyak pelajaran yang aku dapatkan, mungkin kamu juga dapatkan.
Cinta mungkin bisa dipaksakan tapi tidak dengan takdir.
Cinta itu sesuatu yang abstrak, setiap orang mempunyai arti cintanya masing-masing.
Bagiku cinta itu adalah rasa. Ketika aku bahagia bersamamu dan ketika aku sedih untuk kehilanganmu.
Bagimu cinta itu adalah realita. Ketika aku tidak bisa menjanjikan apapun selain cinta, maka kamu memilih untuk pergi dan bersama dia.
Aku tidak marah ketika kamu memilih untuk bersamanya, hanya saja aku butuh waktu untuk menerima. Penerimaan yang baik agar nanti tidak ada luka yang kamu tinggalkan.
Aku dan kamu jelas berbeda. Kita pernah, dan mungkin masih sama-sama mencintai. Tapi bedanya kita membuat aku ataupun kamu harus tersadar akan realita. Kita tidak bisa lagi berjalan bersama menuju titik yang sama. Titik yang aku tuju, berbeda dengan titik yang kamu tuju.
Yaa karena beda itu maka kita berpisah. Aku dengan jalanku, kamu dengan jalanmu. meskipun sampai detik ini bayangmu masih menghalangi jalanku.
Perbedaan. Itu yang menjadi benang merah dalam cerita kita. Hanya perbedaan tapi sanggup menghancurkan kuatnya cinta yang sama-sama kita miliki.
Kadang aku berpikir, kenapa harus perbedaan yang dipermasalahkan? Bukankah Tuhan tidak pernah membeda-bedakan mahluk-Nya? Kenapa malah kita yang sibuk membuat sekat-sekat perbedaan yang terkadang sangat menyakitkan?
Menyakitkan. Karena aku harus kehilangan kamu.
Tapi, hidup itu adalah pengorbanan. Pilihan itu bagian dari kehidupan.
Maka biarlah aku yang pergi, meski aku masih mencintaimu.
Cerita kita selesai sampai disini. Menurutku begitu. Entah menurut Tuhan.
Siapa yang tau pasti tentang perkara masa depan?hanya Dia yang tau.
Yang jelas, setiap orang sudah digariskan untuk mempunyai pasangan dan tidak akan mungkin tertukar.
Pertanyaanku, masihkah kamu membisikkan doa yang sama seperti yang aku bisikkan? Yaa..hanya Tuhan yang tau.
Kini biarkan aku belajar dari rasa sakit ini. Belajar untuk mencintai dalam diam. Belajar untuk ikhlas menerima takdir. Karena takdir-Nya pasti jauh lebih baik dari apa yang aku inginkan.
Terimakasih untuk kamu, lelaki sederhana terhebat yang pernah mengisi hariku. Bahagia dengan hidupmu, seperti aku mencoba bahagia dengan hidupku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H