Adalah adat kebiasaan umum atau suatu yang bersifat umum pada msyarakat. Misalnya, pembayaran ongkos di kendaraan umum dengan harga tertentu, tanpa perincian jauh atau dekatnya jarak yang ditempuh, dan hanya dibatasi oleh jarak tempuh maksimum.
b. 'Urf Khas
Adalah adat kebiasaan khusus atau suatu kebiasaan yang berlaku secara khusus pada suatu masyarakat tertentu, atau wilayah tertentu saja. Misalnya, kebiasaan masyarakat tertentu yang menjadikan kuitansi sebagai alat bukti pembayaran yang sah. meskipun tanpa disertai dengan dua orang saksi.Â
Selanjutnya jika dilihat dari segi keabsahannya, 'urf dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu sebagai berikut:
a. 'Urf Shahih
Adalah adat kebiasaan yang benar atau adat kebiasaan masyarakat yang sesuai dan tidak bertentangan dengan aturan- aturan hukum Islam. Dengan kata lain, 'urf yang tidak mengubah ketentuan yang haram menjadi halal, atau sebaliknya, mengubah ketentuan halal menjadi haram. Seperti dalam jual beli dengan cara pemesanan, pihak pemesan memberi uang muka atau panjar atas barang yang dipesannya.
b. 'Urf Fasid
Adalah adat kebiasaan yang salah atau adat kebiasaan dalam masyarakat yang bertentangan dengan ketentuan dan dalil-dalil syara'. Adat kebiasaan yang salah adalah yang menghalalkan yang haram, atau mengharamkan yang halal. Misalnya, kebiasaan berciuman antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram dalam acara pertemuan pertemuan pesta.
B. Tinjauan 'URF Pada Tradisi Perkawinan Temu Manten
1. Pelaksanaan Tradisi Temu Manten
Tradisi temu manten ini dilakukan setelah upacara pernikahan, biasanya setelah prosesi panggih jika pernikahan menggunakan semua adat jawa atau dilakukan pada sore hari jika pernikahan hanya ada akad nikah. Pada proses pelantikan, kedua mempelai akan digendong dengan tandu menuju aliran sungai oleh penghuni rumah. Jika di keraton kedua mempelai akan digendong dengan tandu Joli Jempana, namun di desa Sendang tidak ada, maka kedua mempelai akan digendong dengan tandu dengan cara dipegang oleh dua orang yang saling berpapasan. oleh. Kemudian jika acara pernikahan menggunakan keramaian atau kegiatan hiburan seperti karawitan atau campursari, salah satu alat musik Jawa akan dibawakan dan dibunyikan pada musim semi. Hal ini bertujuan untuk menjaga budaya alat musik yang digunakan untuk menyebarkan agama Islam.