Pagi itu di Rumah Sakit Graha Sandika Lee terbaring lemas.
Seberkas warna putih terang menyilaukan, menembus celah mata Lee yang mulai perlahan terbuka, badanya terasa lemas begitu pula dengan kepala yang masih terasa berat. Sembari mengumpulkan serpihan memori ingatannya sebelum jatuh pingsan, dia menyapu seluruh ruangan mencari tau dimana keberadaannya sekarang.
Di sebelah kanannya, Zilong duduk telungkup di pinggir ranjang, tangan kiri menopang kepala yang tergolek lemas, sedangkan tangan kanan menggenggam erat tangan kirinya. Secuil senyum bertengger di bibirnya, menyadari kekawatiran sahabatnya atas kondisi yang dialamin barusan. Kemudian matanya bergerak mencari keberadaan Donald, namun tak jua ditemukan.
Mungkin dia sudah pulang
Sesaat kemudian terdengar suara pintu dibuka, seorang lelaki setengah baya muncul dari baliknya, dia memakai jas putih dengan stetoskpo mengantung di lehernya dan tensiometer di tangan kanannya. Dia melangkah masuk mendekat dan tersenyum pada Lee.
“Sudah bangun Lee. bagaimana kepalamu, masih pusing?” tanya lelaki sembari menyentuh kening Lee lembut.
“Sedikit Om, Makasih bantuannya.” kata Lee masih lemas.
“Zilong…”
“Biarkan istirahat dulu, semalam dia terjaga mengkhawaritkan keadaan mu.” kata lelaki itu sembari melingkarkan sfigmomanometer ditangan kanannya. Lee merespon dengan anggukan.
Tak lama kemudian tampak tubuh Zilong bergerak-gerak lembut, dengan mulut mungil menguap lebar menyerap udara yang dialirkan masuk ke paru-paru, punggungnya mengeliat merenggangkan otot-otot yang terasa kaku akibat posisi tidur yang tak tepat. Zilong mengangkat kepalanya dan Mengusap matanya sambil menatap Lee.
“Kamu sudah bangun?”senyumnya merekah melihat Lee sudah sadar.
“Iya, barusan. Sorry ya, aku menyusahkanmu lagi.”
“Santai aja. kita kan teman.” tatapan Zilong berpindah ke pada lelaki yang ada disebelah kanan Lee dan bertanya, "Gmana pa? apa Lee baik-baik saja?" tanya Zilong.
"Semuanya normal, nanti setelah sarapan, kamu bisa antar Lee pulang."
Mata Zilong berbinar, "Alhamdulilah."
"Lee lain kali jangan sok jadi detektif, sudah tau pobia- masih nekat." mulut Zilong manyun. Lee mengangguk.
"Kalau kau mau, Om punya kenalan pskiater ." tawar Papa Zilong.
"Nggak usah om, saya baik-baik saja kok." kata Lee menolak halus, padahal dihatinya- uang dari mana?
"Ooo... Om Danu ya pa, nanti aku ajak Lee kesana, Om Danu pasti bisa menyembuhkan pobiamu." kata Zilong bersemangat.
"Nggak usah."Lee mengeleng pelan. Papa Zilong tersenyum melihat dua sahabat yang saling peduli satu sama lain.
Setelah selesai memeriksa keadaan Lee, Papa Zilong pamit pergi. dan setelah melihat papanya menghilang di balik pintu, Zillong mulai bercerita tentang kejadian semalam. Ternyata kecurigaan mereka benar, yang disembunyikan di balik jas Pak Kusain adalah barang bukti yaitu sebuah tongkat baseball yang berlumuran darah, dan semuanya telah direkam dalam kamera Handpone Donald.
Setelah barang bukti diserahkan kepada pihak berwajib, mereka langsung menangkap Pak Kusain dengan tuduhan pembunuh berencana.
Mereka merasa lega kasus pak ilham akhirnya selesai, namun jauh di lubuk hati, masih tidak menyangka pak kusain begitu tega membunuh sekeji itu.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H