Uang elektronik atau e-money pertama kali muncul di Indonesia pada tahun 2009, Â di 2020 lalu Indonesia mengalami pandemi Covid-19 yang mengakibatkan penggunaan uang elektronik menjadi lebih marak. Masyarakat telah mengubah pikiran dalam bertransaksi dari tunai menjadi non tunai dengan menggunakan dompet digital supaya tidak tertular dari wabah virus Corona yang berada pada uang, kartu kredit dan juga tangan orang yang menerima atau memberi uang tersebut. World Health Organization (WHO) mengajak untuk kita menggunakan system contactless payment. Contactless payment diartikan sebagai penggunaan dompet digital atau transaksi elektronik dan mengurangi pembayaran kontak langsung .
Kita bertransaksi dengan dompet digital adalah bukti nyata dari perkembangan zaman khususnya di bidang teknologi. Cashless Society diperkenalkan pada masyarakat disebut dengan Gerakan Non Tunai. Menurut pendapat saya Cashless Society adalah sebutan yang merujuk pada masyarakat dalam bertransaksi finansial secara digital yang tidak menggunakan uang fisik lagi. Â Seperti yang dilansir dari Wikipedia Cashless Society adalah keadaan ekonomi dimana transaksi keuangan tidak dilakukan dengan uang dalam bentuk fisik uang kertas atau koin, melainkan melalui transfer informasi digital. Dalam bertransaksi sehari-hari, masyarakat menggunakan uang digital atau dompet digital, tidak lagi menggunakan uang nyata. Dompet digital adalah jenis akun prabayar yang dilindungi dengan kata sandi dan bisa di unduh secara gratis melalui smartphone setiap orang, dimana konsumen dapat menyimpan uang untuk setiap transaksi online, tiket penerbangan, pembayaran untuk makanan dan belanja barang online. Adanya dompet digital menjadikan sebagian manusia dipermudah dalam bertransaksi, dikarenakan mudahnya layanan transaksi melalui digital contohnya seperti OVO, Gopay, Dana, Linkaja, dan ShopeePay
Bagi generasi milenial dan generasi z, berbelanja atau bertransaksi tanpa uang tunai sudah menjadi hal yang biasa. Penggunaan alat-alat elektronik seperti kartu debit, kredit, ataupun uang elektronik menjadi hal yang lumrah. Menurut Veithal Rifaai (2001:1367) Â uang elektronik adalah alat pembayaran elektronik yang diperoleh dan harus menyetorkan terlebih dahulu sejumlah uang kepada penerbit, baik secara langsung, maupun melalui penerbit agen-agen, atau di bank dengan pendebitan rekening, dan menjadi nilai uang dalam bentuk uang elektronik, yang dinyatakan dalam satuan Rupiah, dan dapat digunakan untuk melakukan transaksi pembayaran dengan cara mengurangi langsung nilai uang pada uang elektronik.
Menurut Peraturan Bank Indonesia NOMOR:11/12PBI/2009, uang elekronik adalah pembayaran yang memenuhi unsur sebagai berikut : 1) Diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu oleh pemegang kepada penerbit.2) Nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media seperti server atau chip. 3) Digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut, dan 4) Nilai uang elektronik yang disetor oleh pemegang dan dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbankan. Jenis uang elektronik berdasarkan tercatat atau tidaknya data identitas pemegang pada penerbit uang elektronik dibagi menjadi : 1) Uang Elektronik Registered, merupakan Uang elektronik yang data identitas pemegangnya tercatat/terdaftar pada penerbit uang elektronik. Dalam kaitan ini, penerbit harus menerapkan prinsip mengenal nasabah dalam menerbitkan uang elektronik yang tersimpan pada media chop atau server jenis registered adalah Rp 5.000.000, 00 (lima juta Rupiah). 2) Uang Elektronik Unregistered, merupakan Uang Elektronik yang data identitasnya pemegang tidak tercatat/terdaftar pada penerbit uang elektronik. Batas maksimal uang elektronik yang tersimpan pada media chip atau server untuk jenis unregistered adalah Rp 1.000.000, 00 (satu juta Rupiah). Penyelenggara uang elektronik yang wajib mengajukan permohonan sebagaimana peraturan Bank Indonesia (PBI) No.11/12/PBI/2009 tanggal 13 April 2009 tentang uang elektronik dan surat edaran Bank Indonesia (SE BI) No.11/11/DASP tentang uang elektronik adalah prinsipal, penerbit, acquirer, penyelenggara kliring maupun penyelenggara penyelesaian akhir.
Oleh sebab itu dompet digital banyak sekali manfaatnya untuk semua kalangan terutama pada generasi milenial maupun generasi Z. Karena dengan pembayaran uang elektronik, konsumen tidak usah membawa uang cash lagi untuk bertransaksi. Hal ini tentunya lebih aman ketika membawa uang dalam jumlah banyak mengingat maraknya kasus pencopetan atau penjambretan. Konsumen juga tidak perlu repot menyiapkan uang untuk kembalian atau pecahan recehan. Bentuknya yang simple juga tidak merepotkan konsumen saat akan bertransaksi. Dengan menggunakan uang elektronik, kita hanya menempelkan kartu dan mesin akan memproses transaksi sehingga akan terasa lebih mudah dan menghemat waktu.
Ada kelebihan juga pasti ada kekurangan dalam uang elektronik, salah satunya adalah limit jumlah saldo yang hanya bisa disimpan Rp1 juta saja, mengharuskan konsumen untuk sering melakukan top up atau pengisian ulang. Oleh sebab itu  konsumen kurang leluasa untuk bertransaksi di atas Rp 1 juta. Kekurangan lain yaitu tidak adanya keamanaan akses penggunaan pada uang elektronik sehingga bisa disalahgunakan oleh orang orang yang tidak bertanggung jawab. Dan juga harus lebih hati-hati dalam menyimpan kartu uang elektronik karena jika tidak, chip yang ada didalamnya tidak bisa terbaca dan rusak, maka saldo pun akan hilang. Konsumen tidak bisa meminta saldo kembali karena chip yang ada di uang elektronik tidak bisa terbaca lagi, hal ini  juga akan berlaku ketika kartu uang elektronik dicuri
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H