Setiap orang punya kekurangan, dan di dunia ini tidak ada manusia yang tercipta sempurna. Seperti halnya para difabel yang terampil membuat kerajinan dan mainan anak-anak di sebuah yayasan penyandang cacat mandiri atau Mandiri Craft. Mulai dari manajer hingga para pekerja adalah para difabel.
Sebuah gedung yang tidak terlalu besar ini terletak di jalan parangtritis km 6,5 sewon, bantul, Yogyakarta. Mandiri craft yang berdiri sejak tahun 2003 silam ini telah dikenal hingga mancanegara. Tarjono Slamet, manajer Mandiri Craft inilah yang sekaligus pemilik ide mendirikan yayasan untuk orang-orang difabel seperti dirinya. Berawal dari pemikiran sulitnya mencari dan mendapatkan pekerjaan apalagi bagi orang-orang difabel, maka ia berinisiatif untuk membuat lapangan pekerjaan khusus bagi difabel. Tujuan didirikannya mandiri craft ini seperti yang dikatakan Tarjono ketika ditemui senin lalu (03/10), untuk menyejahterakan kehidupan para difabel, karena sebagian besar berasal dari daerah miskin dan tidak punya penghasilan tetap untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Para pekerja ini awalnya sangat awam dengan mesin-mesin, terutama mesin dengan ukuran besar. Mereka ragu dan takut karena tidak bisa mengoperasikannya. Tetapi mereka berusaha dengan tekun hingga akhirnya bisa mengoperasikan meski hanya dengan satu kaki atau satu tangan saja. Disamping mereka tekun berusaha, mereka juga mendapat pelatihan keterampilan dari Caritas Belgium, yang juga merupakan relasi mandiri craft dengan pihak luar.
Mandiri craft juga sempat mengalami kemunduran pada tahun 2006 silam setelah gempa. Bangunan yang sudah tidak layak dan peralatan banyak yang rusak, sehinnga membuat Tarjono memutuskan untuk menutup usahanya selama 3 bulan. Hingga akhirnya bantuan dari LSM (Lembaga Sosial Masyarakat) luar negeri berdatangan. Bangunan yang saat ini masih berdiri merupakan bangunan baru yang dibangun pada tahun 2008 dibantu oleh LSM asal belanda. Mesin-mesin yang digunakan hingga sekarang juga merupakan sumbangan dari Handicap International. Hal ini membuat Tarjono dan para pegawainya kembali bangkit untuk terus membangun usaha kerajinan dan mainan ini.
Hingga saat ini Tarjono memiliki 39 orang pegawai. Dalam mencari pegawai, Tarjono memiliki persyaratan yang harus benar-benar dapat dijalani oleh pegawainya nanti. Salah satunya adalah disiplin, Tarjono sangat mengutamakan kedisiplinan dan keuletan dalam bekerja. “Saya tidak menginginkan pegawai saya bermalas-malasan hanya duduk-duduk santai.” Ujar Tarjono. Jika itu terjadi, maka Tarjono memberikan peringatan pada pegawainya. Beberapa waktu lalu Tarjono memberhentikan 5 pegawainya dikarenakan mereka tidak bisa patuh terhadap peraturan yang telah diberikan. “Saya terpaksa memberhentikan 5 orang karena mereka susah dikasih tau. Sudah diperingatkan masih saja seperti itu”.tambah Tarjono. Meskipun begitu, beberapa pegawai tersebut masih tetap ingin bekerja dengan meminta kepada Tarjono secara langsung karena mereka tidak memiliki penghasilan lain. Tarjono sendiri yang juga memiliki nasib yang sama dan sangat mengerti keadaan orang-orang sepertinya, juga merasa kasian. Namun, Tarjono tetap pada prinsipnya, ketika ada difabel yang ingin bekerja bersamanya Tarjono sangat terbuka tapi tetap harus dapat patuh terhadap peraturan yang diberikan.
Para pegawai Tarjono sebagian besar berasal dari daerah bantul, beberapa dari sleman, kulon progo, bahkan solo. Tarjono mengaku bahwa cara dia dalam merecruit pegawai tidak dengan mempublikasikan lowongan pekerjaan. Hanya saja Tarjono memiliki web mengenai mandiri craft. “Mereka tahunya ya paling liat di internet atau liat di tv karna saya juga beberapa kali masuk tv. Terus mereka datang sendiri ke saya.”terang Tarjono. Usaha ini biasanya menghasilkan pendapatan hingga Rp 100 juta dalam satu bulan. Namun beberapa bulan terkahir pendapatan menurun hanya Rp 12 juta per bulannya. Hal ini dikarenakan sepinya pemesan atau pembeli yang kebanyakan berasal dari Jepang, Belanda, Australia, Inggris. Di Indonesia sendiri barang-barang mandiri craft ini dipasarkan di Jakarta, Bandung, Bali, Medan. Meskipun sepi pembeli, namun Tarjono dan para pegawainya tetap terus berkarya. Mereka tetap memproduksi mainan sebagai persediaan. “Meski sepi, tapi kita tetap bikin mainan buat stok. Karena kita tetap harus punya stok biar ga kehabisan kalo ada pesenan banyak.”terang Tarjono. Dengan kondisi yang kurang beruntung, tidak menyurutkan semangat bekerja bagi Tarjono dan teman-teman difabelnya. Hal ini yang dapat menjadikan motifasi dan pembelajaran bagi orang-orang yang masih lebih beruntung dibandingkan mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H