Mohon tunggu...
Yulia Nugroho
Yulia Nugroho Mohon Tunggu... -

Seorang CIKGU dengan setatus belum tetap. Semangat dalam dunia pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Perlukah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)?

7 Oktober 2015   10:46 Diperbarui: 7 Oktober 2015   11:06 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya belajar, ataupun tdak belajar sama saja, toh pada akhirnya nanti saya lulus...ungkap Teguh di sela-sela istirahat di kelasnya.

Iya juga si guh,,tapi apa ia kita sekolah bangun pagi berangkat dari rumah minta uang jajan sama bapak ibu, di sekolah cuma main...duduk-duduk..ngerjain anak anak culun..

Itu sepeenggal percakapan antara dua orang murid, mereka pada dasarnya sudah berfikir hakikat sekolah, untuk apa dan tujuan yang diharapkan kelak setelah lulus itu apa. Melihat fenomena saat ini, untuk menjadikan syarat lulus saja sangat gampang, nilai UN tidak lagi menentukan kelulusan, kelulusan lebih di tentukan oleh kebijakan masingng-masing sekolah. UN bukan syarat kelulusan menurut saya adalah sesuatu yang bagus karena nasib 3 tahun seorang anak tidak di tentukan oleh evaluasi yang hanya dilakukan pada 2 jam. Keputusan untuk menjadikan UN bukan sebagai syarat kelulusan adalah bijak, akan tetapi yang menjadi risau hati saya saat ini adalah adanya KKM (Kriteria Ketuntasan Minimaum) yang diterapkan pada hampir semua Mata Pelajaran, Bagi saya KKM merupakan pembodohan bagi anak didik, Penentuan KKM diperoleh dari bebrapa faktor daya dukung dari Mata Pelajaran yang bersangkutan akan tetapi kemampuan tiap anak adalah berbeda, KKM adalah kriteria untuk menyamaratakan kemempuan anak, padahal hal ini jelas tidak bisa. Andai saja tidak ada KKM mungkin guru atau pendidik bisa jujur untuk menilai kemampuan anak sesuai dengan kemampuan aslinya bukan berdasar standar KKM, demikian pula nilai yang diperoleh anak adalah nilai asli bukan manipulatif.

PR terbesar pendidik saat ini bukan pad seberapa besar seorang pendidik bisa menaikan nilai dari peserta didiknya, akan teteapi lebih pada pembentukan mental yang tangguh, tahan banting, menjadikan anak bisa membedakan mana yan baik dan mana yang salah, bekal ilmu agama yang cukup dan aplikatif.  Tanatangan teknologi yang semakin canggih harapannya bisa disikapi oleh pendidik dan peserrta didik dengan bijak, jangan sampai menjadi korban teknologi dan media sosial, Banyak dijumpai antara pendidik dan peserta didik malah lomba selfie di media sosial, gambaran guru yang sederhana, bersahaja dan tanpa tanda jasa kini hampi punah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun