Resepsi pernikahan baru saja selesai,  kebahagiaan dan kegembiraan  masih serasa berjalan di sisi. Bisa berdua dengan si idaman hati. Lalu pertanyaan  serius ataupun sambil lalu " kapan punya anak?" mulai terasa  mengganggu.Â
Ada yang menakut1 nakuti " Jangan kelamaan ditunda  nanti malah bisa  nggak punya anak" . Ada yang sedikit mengkritik,  " masih kurang apa lagi kok belum punya anak,  kapan punua anak?"Â
Ada yang memberi nasehat dan penyemangat,  " Nanti kalau sudah punya anak,  rejeki nya  tambah lancar  lho".
Ada yang menakuti lagi" Â jangan ngomong kayak mbak itu lho, Â nanti nggak punya anak".Â
Dua insan masih dengan pertanyaan sendiri, Â " kapan kita punya anak?" Atau " bagaimana kalau sampai tidak punya anak?" Atau " kuliah istri belum selesai, Â apa harus punya anak dulu?"Â
Bulan berikutnya dan berikutnya,  dari saudara hingga handai taulan,  pertanyaan itu  akhirnya mengusik juga. Â
Lalu mendapati seseorang begitu kecewa istrinya tidak  juga hamil,  atau seorang istri yang putus asa berharap strip biru tiap bulan,  ada juga yang bisa cuek atau acuh tak  acuh dengan pertanyaan itu dan menjawab " kami belum  siap" Â
Lalu dicecar lagi, Â " lha cari apalagi?"Â
Suasana berubah kaku.
Mirip pertanyaan yang kadang serius, Â kadang sambil lalu atau kadang mengejek.
"Kapan lulus kuliah? ". Pertanyaan didapatkan setelah proposal ditolak dosen, kebayang rasanya gimana, " baru skripsi" jawaban diplomatis.Â