Kutatap matahari pagi,  kekesalan datang beruntun.  Istriku bawel luar biasa tentang bagaimana aku harus memakai masker, tentang mencuci tangan sebelum masuk rumah,  tentang  banyak hal. Â
Pandemi ini membuat kami terkurung di rumah berdua. Â Kami adalah dua orang yang sebetulnya saling begitu mengenal dan memahami, Â namun terkurung seperti ini rasanya menjungkir balikkan pada kebosanan dan hal monoton yang luar biasa, Â aku menganggap istriku terlalu bawel.Â
Lalu datanglah wanita itu, Â di sela-sela kebosanan, Â dia datang seperti angin segar dan udara di jendela, Â menghirup dalam wangi dan keharuman. Â Wanita masa lalu yang pernah satu sekolah. Â Tidak cantik tapi sangat pandai mengungkapkan perhatian, Â yang tak pernah kudapat lagi dari istriku.Â
Aku dan istriku kini seperti dua orang asing, Â tanpa anak tidak pernah menjadi masalah bagi kami dulunya, Â namun kini menjadi semacam senjataku untuk menceraikannya, Â setelah aku bertemu dengan wanita seumuranku itu. Â
Jauh lebih tua dari isrriku,  jauh  segalanya dari istriku,  jauh lebih bodoh dari istriku,  tapi perhatiannya setiap kali kami berbicara lewat percakapan dunia maya,  membuat hidupku seperti secerah senyum matahari pagi..
Pertama dia sukses dan aku bangga pada apa yang dicapainya. Â Dia baik dan sangat ramah pada siapapun. Â Mengenalnya lewat grup alumni, Â mengenang kembali dia adalah wanita favorit para pria di masa lalu.Â
Kususun langkah-langkah baru,  aku mengatur, banyak hal dan setelah pandemi ini berakhir,  dia akan menceraikan suaminya yang katanya selalu menyengsarakan hidupnya,  seperti halnya aku menceraikan istriku. Aku sebelumnya adalah  suami yang sangat  paham akan komitmen.Â
Semua tersembunyi begitu rapat, Â selingkuh hati ini, Â sampai kemudian salah seorang teman lama tahu dan mendeteksi kedekatan kami. Entah apa yang dimilikinya, Â dia selalu menyindir-nyindir tentang cara kami saling menggoda di wa grup.Â
Lalu wanita itu mengatakan padaku bahwa teman yang menyindir-nyindir itu memang memusuhinya dan iri padanya. Â Dia memintaku untuk membelanya dari serangan verbal wanita itu.Â
Aku memusuhi  lawan wanita itu,  aku mempertaruhkan semua yang kumiliki untuk membela wanita yang bisa mengangkat egoku sedemikian tinggi.Â
Anehnya lawan wanitaku itu tidak pernah marah. Â Dia nampak begitu tangguh bahkan saat aku berusaha menindasnya secara verbal. Â Dia hanya tertawa .