Mohon tunggu...
Muhlis Yulianto
Muhlis Yulianto Mohon Tunggu... -

simple,serius

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Era Reformasi, Bangkitnya Pemuda

28 Oktober 2014   23:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:23 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_331591" align="aligncenter" width="300" caption="nusumenep.or.id"][/caption]

Era setelah turunnya mantan Presiden Soeharto dikenal sebagai era reformasi. Momen ini menjadi titik balik dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia.   Cita-cita berdirinya bangsa Indonesia yang tercermin dalam momen “Kebangkitan Nasional dan Sumpah Pemuda” ternyata gagal diwujudkan oleh   pemerintahan terdahulu. Pemerintahan orde lama gagal mewujudkan ekonomi yang mapan dan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia, sedangkan orde baru juga gagal memberikan demokrasi.

Kehadiran era reformasi hendak mewujudkan apa yang gagal dilakukan oleh orde lama dan orde baru. Turunnya orde baru membawa perubahan besar dalam diri bangsa Indonesia. Sistem politik berubah dari sentralistik menjadi lebih terdesentralisasi. Di era otonomi daerah, pembagian hasil-hasil daerah juga dilakukan proporsional.  Kalau dulu sebagian hasil daerah dikirim ke pusat, dan daerah yang dimaksud hanya mendapatkan sebagian kecil, maka di era reformasi berubah sebaliknya, daerah mendapatkan porsi lebih besar atas pembagian hasilnya sendiri. Otonomi daerah membuat iklim demokrasi  bergerak ditingkatan lokal.  Pemerintah daerah memiliki kewenangan  dan kekuasaan lebih  dibandingkan dimasa orde baru. Suara lokal makin didengarkan, dan karenanya pemerintah pusat tidak lagi sewenang-wenang.  Kini, orientasi pembangunan ditingkat lokal murni ditentukan oleh aspirasi dari daerah, masyarakat daerahlah yang mengatur kemana uang kekayaan mereka mau dioperasikan. Maju atau tidaknya sebuah daerah tergantung kepada para pelaku dari daerah masing-masing.

Reformasi juga membawa instrumen-instrumen  politik negara kembali pada tugasnya yang sebenarnya. Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang dulunya hanya sebagai “tukang stempel” kebijakan eksekutif, sekarang sudah mulai berperan kritis atas kebijakan-kebijakan pemerintah. Kekuasaan legeslatif semakin independen seiiring dengan independensinya posisi partai politik.  Bila dahulu anggota DPR yang vokal akan ketakutan dengan ancaman recall dari partai poloitik, sekarang mereka bisa dengan bebas menyuarakan aspirasinya.

Hal serupa juga terjadi pada pers nasional, arus kebebasan informasi   dibuka pada era reformasi ini.  Pers sudah  menyuarakan fakta-fakta yang sebenarnya,  banyak kenyataan pahit yang memang harus diketahui, bukan malah disembunyikan. Pasca reformasi, gelombang civil society tumbuh semakin subur. Berbagai LSM/NGO muncul untuk membawa misi masing-masing.  Masyarakat kini tidak lagi sepenuhnya diasup oleh pemerintah dalam berbagai hal tetapi belajar menangani sendiri permasalahan mereka. Kini,  masyarakat juga berperan sebagai pengontrol pemerintahan melalui lembaga-lembaga non pemerintah ini.

Gelombang demokrasi menuntut reformasi tata pemerintahan (government reform), penegakan hukum pertumbuhan dan pemerataan ekonomi dan membangun hubungan yang sehat dalam kemajemukan. Pemerintahan yang dulu di era Orde Baru bersifat birokratis, rumit dan menjemukan kini dituntut untuk lebih sederhana.  Pelayan kepada masyarakat harus lebih mengedepankan kemudahan bagi semua. Lumbung-lumbung korupsi yang membuat negara ini semakin miskin harus ditutup, para koruptor harus diberantas.

Sebagai ciri khas dari tumbuhnya civil society, maka makin semarak pula pula forum warga, asosiasi-asosiasi sipil dan pressure group mengimbangi kebangkitan  partai dan parlemen serta penguasa. Pada era reformasi, suara rakyat tidak hanya tersalurkan melalui partai-partai politik dan institusi politik yang resmi, namun juga disuarakan oleh lembaga-lembaga non pemerintah dan lembaga-lembaga kekaryaan.

Begitulah, reformasi datang memberikan segudang harapan kepada masyarakat. Cita-cita agar rakyat kembali makmur menyeruak disetiap warga negara. Masyarakat menginginkan agar negara ini kembali sejahtera, memberikan jaminan kehidupan yang layak kepada setiap warganya. Reformasi bercita-cita agar harga barang-barang terjangkau oleh masyarakat. Agar tidak ada masyarakat yang kelaparan lagi, terjamin kehidupannya.  Pendidikan bisa diakses dengan gratis, juga dengan layanan kesehatan. Semuanya bisa diperoleh oleh masyarakat baik yang kaya maupun yang tidak mampu. Kesenjangan sosial harus diminimalisir, sehingga kecemburuan sosial bisa dikurangi.

Untuk itu, reformasi menuntut kepada pemimpin negeri ini agar menjalankan amanat rakyat dengan sepenuhnya. Jangan sampai kekuasaan yang dipegangnya hanya digunakan untuk memperkaya diri sendiri atau golongan, tanpa mengindahkan kepentingan bangsa secara lebih luas.  Birokrasi harus disederhanakan hingga sesederhana mungkin.  Jangan sampai birokrasi yang rumit tersebut membebani masyarakat.  Korupsi harus dibasmi hingga keakar-akar nya.  Hukum harus ditegakkan, karena hukum adalah panglima bagi kemajuan peradaban. Hukum yang tidak ditaati sama saja dengan memberlakukan hukum rimba,  siapa yang kuat dia yang menang.  Karya besar berasal dari karya kecil yang bervisi besar. Mari terus berkarya “Dirgahayu Kabupaten Sumenep”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun