[caption id="attachment_406536" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi - mie ayam. (Kompas.com)"][/caption]
Siang itu angkot 02 Depok, seperti kotak pemanggang roti. Panasnya menggigit kulit bahkan keringat tak sempat meleleh. Sampai di depan Mall aku menghentikan angkot dan segera lompat dan bergegas masuk kedalamnya, mendinginkan badan.
Langkah kaki melambat seolah pelari telah mencapai garis finish. Sambil melihat lihat berbagai barang dagangan aku menuju tangga berjalan, menuju lantai atas yang penuh penjaja makanan. Singkatnya sesudah memesan makanan kesukaan aku menunggu di sebuah meja. Sekitar ruangan berbagai kios makan memasang nama dan gambar dagangannya.
Aku mulai menyadari bahwa sebenarnya banyak keanehan dari berbagai gambar makanan yang dipasang didepan kios makan. Diantaranya kios penjual ayam goreng dan bakar, disana ditampilkan gambar ayam jago dewasa padahal yang dijual adalah ayam kecil, entah jantan atau betina. Di kios mie ayam ada gambar mie ayam dalam mangkok yang penuh dengan mie, sayur hijau segar dan toping ayam yang banyak. Dan ketika kita pesan mie ayam, jangan heran kalau yang diberikan oleh penjajanya adalah semangkok kuah dengan mie yang tidak terlalu penuh dan beberapa helai sayur yang berwarna gelap serta toping potongan daging ayam yang dapat dihitung dengan jari. Tak kalah seru di kios masakan Jepang yang menampilkan gambar makanan diatas keramik yang Jepang banget. Menggoda selera. Dan ketika kita pesan darinya. Jangan heran jika yang di berikan adalah makanan dalam kemasan stereo foam.
Belum sempat memperhatikan yang lain, TV disebuah kios makan menampilkan iklan yang mengusung kejujuran. Jujur katanya untuk sebuah produk. Aku tersenyum dalam hati.
Makanan yang kupesan sudah datang dihadapanku, segera aku menikmatinya tanpa memikirkan lagi apakah cocok dengan gambar iklannya atau tidak.
Iklan telah mengepung kehidupan kita, dan kita tahu iklan jauh dari kejujuran. Namun karena begitu biasanya iklan itu disajikan maka “kebohongannya” menjadi tak dipersoalkan, bahkan telah “dibenarkan” untuk mencapai kemakmuran.
Hidup di Jakarta memang penuh pelajaran yang dapat kita serap dari detik ke detik. Sepuluh menit di tempat makan seperti ini aku berpikir bagaimana orang berharap masyarakat menjadi jujur, kalau disekitar mereka keadaanya bertolak belakang dengan harapan.
Jujur aku tak tahu jalan keluarnya.
Yulianto Liestiono Depok 26 Maret 2015
JAKARTA 10 menit 27032015
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI