Mohon tunggu...
Widya Yulianti
Widya Yulianti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Keperawatan, Universitas Airlangga

MBTI: INTJ

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Program Makanan Bergizi Gratis, Apakah Menjadi Beban Anggaran Baru?

29 Desember 2024   14:19 Diperbarui: 29 Desember 2024   14:19 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Program makan siang gratis, kini berjuluk Program Makan Bergizi Gratis yang dicetuskan Prabowo Subianto sejak awal menjadi salah satu program kontroversial. Program bertujuan untuk memberikan makanan gratis bergizi bagi anak-anak usia sekolah untuk membantu meningkatkan gizi dan nutrisi, meningkatkan prestasi akademis, mengentas kemiskinan ekstrem, sampai mengatasi masalah stunting. Meski tampak penuh harapan, program makan siang gratis memicu pro kontra di masyarakat maupun kalangan pakar.

Beban Anggaran Negara Baru

Terlepas dari klaim manfaat dan keberhasilan program berkontibusi mewujudkan Generasi Emas 2045, Program Makan Bergizi Gratis membuka beberapa tantangan dan potensi permasalahan mulai dari beban anggaran negara, korupsi dan inefisiensi, menciptakan ketergantungan masyarakat, serta isu kualitas dan keamanan pangan.

Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di Indonesia dialokasikan anggaran sebesar Rp71 triliun pada tahun 2025. Dana ini termasuk untuk pembiayaan makanan, distribusi, dan operasional program. Jika dibandingkan dengan total anggaran pendidikan 2025 yang mencapai Rp722,6 triliun, alokasi ini mencakup sekitar 9,83% dari anggaran pendidikan. Total anggaran pendidikan sendiri meningkat 24% dari Rp583,1 triliun pada 2024

Tak cuma anggaran pembiayaan namun juga diperlukan pembiayaan dalam distribusi dan pengawasannya. Jika program mulia ini tidak ditangani dengan baik, dapat menyebabkan defisit anggaran ataupun terpaksa menggeser anggaran dari sektor produktif lainnya dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Program dengan anggaran besar dan melibatkan banyak pihak dari pusat dan daerah rawan menjadi lahan korupsi. Pada pelaksanaannya titik-titik potensi korupsi dapat terjadi di setiap titik pengelolannnya. Mulai dari pengadaan bahan makanan, pengelolaan makan siang, dan distribusi makanan di daerah. Alih-alih meningkatkan gizi anak anak sekolah, korupsi ini dapat menurunkan manfaat program, malah memperkaya sekelompok orang, dan menimbulkan kerugian negara yang besar.

Mengawal Keberhasilan Program

Program Makanan Bergizi gratis perlu dikawal bersama demi pencapaian tujuan generasi emas Indoensia. Pertama adalah memastikan kandungan gizi yang disediakan menjamin peningkatan status gizi. Pemerintah memastikan bahwa makanan yang disediakan memenuhi standar gizi yang dianjurkan, tidak rendah nilai gizi atau terlalu banyak mengandung lemak, gula, dan garam, yang berakibat tujuan kesehatan malah tidak tercapai. Perlu keterlibatan aktif ahli gizi dalam penyusunan menu, keragaman menu dan melakukan audit menu secara rutin.

Memberikan perhatian pada higienis dan sanitasi makanan. Sebab dapat menimbulkan risiko masalah kesehatan seperti keracunan makanan atau penyakit pencernaan lainnya. Pengelola program memastikan bahwa proses penyimpanan, pengolahan, dan penyajian makanan mematuhi standar keamanan pangan. Pemerintah dapat memberikan tugas pengawasan tersebut melalui dinas kesehatan kota atau kabupaten setempat.

Program Makanan Bergizi Gratis perlu dijaga keberlanjutannya. Pemerintah perlu menetapkan kebijakan yang bersifat lintas sektoral dan melibatkan berbagai pihak, termasuk sektor swasta dan organisasi masyarakat. Aksesibilitas program ini juga perlu dipastikan bagi seluruh anak usia sekolah di Indonesia di perkotaan, perdesaan, maupun daerah tertinggal, terdepan, dan terluar.

Tantangan aksesibilitas ini dapat ditangani dengan membangun koneksi dengan penyediaan makanan lokal sepetrti petani atau Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)  Sehingga hal ini membutuhkan infrastruktur dan kendaraan logistik yang memadai, atau dengan cara membangun koneksi dengan masyarakat lokal seperti UMKM dan petani agar tidak kesulitan dengan rantai pasoknya. Penggunaan bahan makanan lokal dan pemberdayaan komunitas setempat untuk memasak dapat menjadi alternatif yang efektif. Selain itu, alokasi dana khusus untuk wilayah 3T harus diprioritaskan agar tidak ada kesenjangan antara siswa di perkotaan dan pedesaan. Program dapat memanfaatkan teknologi untuk mengontrol distribusi dan aktivitas demi keamanan dan pencegahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun