Mohon tunggu...
Yulianita Abu Bakar
Yulianita Abu Bakar Mohon Tunggu... Guru - Guru

There are things more important than happiness (Imam Syamil's son)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

You Didn't Lose Anyone

9 Juli 2024   05:48 Diperbarui: 9 Juli 2024   06:00 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di sebuah desa kecil di Lembah Kashmir, hidup seorang gadis muda bernama Aarifa. Desa itu, bernama Sangus, terkenal dengan keindahan alamnya yang memukau. Pohon-pohon cemara menjulang tinggi di sekeliling desa, sementara sungai-sungai mengalir jernih di antara pegunungan Himalaya yang megah. Namun, di balik keindahan itu, Sangus juga dikenal sebagai tempat yang penuh dengan ketegangan dan konflik.

Aarifa, seorang remaja berusia enam belas tahun, tumbuh di tengah suara tembakan dan ledakan yang sering kali memecah keheningan malam. Ayahnya, seorang petani sederhana, meninggal dunia ketika ia masih kecil, meninggalkan ibunya, Zara, untuk membesarkan Aarifa dan adik laki-lakinya, Imran, sendirian. Meskipun hidup dalam ketidakpastian, Aarifa selalu mencoba menemukan kebahagiaan dalam hal-hal kecil: menciptakan puisi, menari di tengah hujan, dan bermain dengan teman-temannya di ladang-ladang hijau.

Suatu hari, ketika konflik mencapai puncaknya, rumah Aarifa terkena serangan dan ibunya meninggal seketika. Aarifa dan Imran selamat, tetapi luka di hati mereka jauh lebih dalam daripada luka fisik yang mereka alami. Kehilangan ibunya membuat Aarifa merasa dunia seakan runtuh di sekelilingnya. Ia merasa benar-benar sendirian dan putus asa.

Sebuah tenda darurat didirikan oleh para relawan di dekat desa untuk membantu para korban. Di sana, Aarifa bertemu dengan seorang wanita tua bernama Aisha, yang dikenal karena kebijaksanaannya. Aisha melihat kesedihan mendalam di mata Aarifa dan merasakan beban yang dipikul gadis muda itu.

Suatu malam, saat bintang-bintang bersinar terang di langit Kashmir, Aisha duduk bersama Aarifa di tepi sungai. Air sungai yang mengalir tenang seolah mengerti kisah-kisah kesedihan yang sering kali dipendam oleh penduduk desa.

"Aarifa, aku tahu kau merasa telah kehilangan segalanya," kata Aisha dengan lembut. "Tapi percayalah, kau tidak kehilangan siapa pun."

Aarifa memandang Aisha dengan mata yang basah. "Bagaimana mungkin, Nenek Aisha? Ibuku telah tiada, ayahku juga. Aku merasa begitu sendirian."

Aisha tersenyum penuh kebijaksanaan. "Ketika kita kehilangan orang yang kita cintai, mereka tidak benar-benar pergi. Mereka hidup dalam kenangan kita, dalam hati kita. Setiap kali kau menulis puisi, menari, atau bahkan menangis, ibumu ada bersamamu. Dia ada dalam setiap tawa dan setiap air mata."

Aarifa terdiam, merenungkan kata-kata Aisha. Malam itu, untuk pertama kalinya sejak tragedi itu, ia merasakan kehangatan di hatinya. Ia mulai menyadari bahwa kenangan tentang ibunya bukanlah beban, tetapi sumber kekuatan.

Hari-hari berlalu, dan meskipun rasa kehilangan itu tidak sepenuhnya hilang, Aarifa menemukan cara untuk melanjutkan hidup. Ia mulai mengajar anak-anak di desanya untuk menulis dan mengekspresikan diri melalui seni. Setiap kali ia mengajari mereka, ia merasa ibunya ada di sampingnya, membimbingnya.

"You didn't lose anyone," Aarifa berbisik kepada dirinya sendiri setiap kali kesedihan itu datang. "Mereka selalu ada bersamamu, dalam setiap kenangan dan dalam setiap tindakan kebaikan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun