Ia juga bercerita bagaimana pengaruh dari silaturrahmi ke pasien yang dia dan teman-teman  lakukan secara teratur. Keluarga pasien ikut bersemangat merawat anggota keluarga mereka yang sedang melewati masa depresi, karena dari pengetahuan yang diberikan oleh para perawat jiwa, para keluarga pasien jadi tahu bagaimana merawat anggota keluarga mereka yang sakit dengan cara yang benar. Dan secara perlahan kesehatan jiwa pasien membaik dari minggu ke minggu.
Lebih lanjut ia juga bercerita, walau semua terlihat tidak mudah, dalam masa pandemi juga melanjutkan pendidikan dengan harapan semua orang bisa melihat dan yakin bahwa masa Pandemi tidak membuat kita berhenti untuk hidup produktif. Dan dengan terus melakukan hal-hal yang bermanfaat akan membuat kita tetap positif dan tidak kehilangan semangat.
Mendekati waktu salat Isha, aku dan keluarga Nasir mengantar Asma dan abang nya ke depan rumah. Mereka berpamitan serta mengucapkan terima kasih karena sudah mengundang mereka.
Ibu Nasir tidak lupa memberikan stoples kue sepit yang beliau buat tadi siang. Asma terlihat malu-malu menerima kue itu. Kue tradisional Aceh itu menjadi salah satu tanda keramahan dan penerimaan keluarga Nasir pada Asma.
Malam itu hati ku senang sekali. Mungkin otak ku banjir dopamin. aku berdiri di shaf yang paling depan. Ini pertama kali aku salat berdiri di shaf pertama. Entah karena di sebelah ada saudara laki-laki nya Asma? Gembira karena bisa berkenalan dengan Asma? Atau karena jatuh cinta. Jatuh cinta pada pandangan pertama.
Selesai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H