Buat hati ridha dengan ketetapan-Nya,
Jangan bersedih karena kisah malam,
Karena tidak ada kisah di dunia ini yang abadi.
Perjalanan panjang dari bandara menuju Sost, adalah perjalanan yang sangat mengagumkan. Begitu lah aku menggambarkan 'Kenangan' saat pertama kali aku datang untuk mengunjungi keluarga dari Shahira, istriku.
Selanjutnya aku akan memuji-muji seorang sopir truk kayu yang berasal dari Karimabad yang telah memberi tumpangan gratis pada kami. Istriku sering bercerita bahwa orang Pakistan adalah orang-orang yang sangat ramah dan memuliakan tamu. Meski banyak orang mempersepsikan negeri ini berbahaya. Karena memiliki banyak kelompok teroris.
Orang-orang di sini sangat ramah dan memperlakukan tamu seperti sahabat. Keramah-tamahan dalam bahasa Urdu disebut mehmannavazi. Sepanjang perjalanan Mr. Aram membagikan cerita bagaimana dia membesarkan anak-anaknya. Sesekali dia menunjuk ke lembah-lembah yang kami lewati. Aku dan Shahira juga disodorkan se kotak biskuit buatan istrinya.
Mr. Aram tidak mengantar kami sampai ke rumah paman Shahira. Dia menawarkan diri untuk mengantar. Namun shahira menolak dengan halus. Mereka berbicara dengan bahasa urdu yang tidak aku mengerti.
Kami menumpang Jip yang membawa besi ronsokan. Dengan senyum yang lebar dan suara yang santun. Baba Ali begitulah beliau memperkenalkan namanya pada kami. Baba Ali akan pulang ke rumah untuk makan malam sebelum melanjutkan pekerjaannya. Dan kami beruntung bertemu dengannya karena kami punya tujuan yang sama; Sost.
Aku menjabat tangan Baba Ali, berterima kasih atas tumpangan yang beliau berikan. Dia mengundang kami ke rumahnya. Dan tanpa menanyakan persetujuan kami. Beliau mengatakan akan menjemput kami di hari kamis untuk makan siang bersama keluarganya. Aku hanya mengangguk, Shahira mengi-iya-kan. Tampak raut senang di wajah lelahnya. Aku mencoba bertanya mengapa ia menerima undangan itu? "Kami percaya pada semua orang di sini, meski tidak saling kenal". Meski bingung dengan jawaban Shahira, aku tidak melanjutkan why and how. Untuk apa? Toh ini adalah rumahnya. Tempat ia lahir dan di besarkan.
Shahira tidak berdarah Pakistan. Dia adalah orang Iran. Nenek- kakek nya yang hijrah dan memilih tinggal di Gojal, lembah  Hunza. Di sini di desa Sost,  ayah nya lahir. Di sini juga, Shahira lahir dan dibesarkan.
Di depan rumah kami di sambut oleh paman dan anggota keluarga lainnya. Rumah paman terbuat dari tanah liat. Bentuknya kotak persegi.  Rumah bentuk kubus ini, luas di dalamnya. Terlihat kecil dari luar. Para pria duduk di satu sudut, dan para wanita di sudut lainnya. Di hadapan kami secangkir teh susu hangat yang disebut Chai dan roti. Aku bisa merasakan kehangatan keluarga paman Zaid. Paman berbicara dalam bahasa urdu. Shahira menerjemahkan kepadaku. Begitulah cara kami mengobrol sepanjang sore. Â
Aku dan Shahira datang untuk merayakan Idul Fitri bersama keluarganya di sini. Ayah dan ibu mertuaku sudah meninggal. Saat aku menjadi bagian keluarga Shahira. Ami dan Baba sudah tidak ada. Ahmed, Saudara laki-laki Shahira yang juga sahabatku, menjadi wali nikah Shahira.
16 Tahun adalah waktu yang sangat lama bagi Shahira untuk menunggu kesempatan kembali ke desa nya. Kehidupan kami di Irland baik-baik saja. Tapi tetap saja Shahira sering menangis dan mengungkapkan betapa rindunya ia pada lembah Hunza.