Bun..... aku nervous nih bun..... Oktarina Furi bicara sesaat sebelum sidang, aku dan Oktarina Furi bertemu di gedung Tipikor jam 8.20, kami di kawal oleh petugas KPK ke lantai atas tanpa menggunakan cadar. Padahal kami berpapasan dengan beberapa wartawan, kami melihat di parkiran mobil beberapa media, dan melihat kesibukan mereka. Mereka tidak mengenali kami, mereka mengenal kami hanya saat kami memakai cadar.
Cadar ini sangat membantu kami, kami tidak perduli orang-orang menghujat kami, yang peting bagi kami, kami berdua aman dari sorotan media. Apabila kami di sorot media kehidupan kami yang kami bangun sekarang akan terganggu. Kehidupan kami yang lama sudah berubah 180 derajat, kami harus waspada dengan orang-orang yang tidak suka dengan kesaksian kami, apabila kami terekspose..... otomatis keluarga kami juga terekspose, padahal kami dengan susah payah membangun kembali kehidupan kami dari NOL di tempat yang tidak kami kenal. Jauh dari keluarga dan teman-teman. Dengan CADAR INI kami mohon perlindungan ALLAH..... kami tidak bersembunyi di bawah panji-panji keagamaan, dan kami tidak menistakan agama, kami hanyalah mahluk lemah yang berusaha sekuat tenaga melindungi diri kami dan keluarga.
Oktarina Furi.... dulu memang tidak berjilbab, namun Oktarina Furi mendapat hidayah memakai Jilbab saat kami tertimpa masalah 21 April 2011, sedangkan Aku sudah mengenakan jilbab sejak tahun 1988 saat aku lulus SMA. Kami berdua menggunakan CADAR hanya saat kami berada di ruang pengadilan TIPIKOR.
Orang-orang yang kami sebut adalah orang-orang yang sangat berpengaruh di JAGAT INDONESIA ini, mereka pasti tidak nyaman dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan. Mereka pasti sangat marah kepada kami, paling tidak.... dengan CADARÂ ini kami berharap orang-orang yang kami sebut tidak bisa mengenali kami. Dan orang-orang yang mengenali wajah kami akan melindungi kami.
Kami ini hanya wanita biasa yang terjebak dalam perang para BINTANG, apa yang kami ungkap di persidangan dapat kami pertanggung jawabkan di Akhirat. Kami tidak perlu publikasi, kami tidak perlu penghargaan, yang kami mau hanyalah berbicara apa adanya yang kami tahu dan yang kami alami.
Orang-orang pasti berfikir.... kenapa saya mau bekerja di tempat yang saya sudah tahu kalau tempat itu sangat kotor????????
Saya bekerja di Permai Group bulan September 2008, awalnya Saya hanya memegang pembukuan di PT. PANAHATAN yang bergerak di bidang perkebunan, baru 2 hari masuk kerja Saya di kirim ke Pekan Baru Duri untuk mengaudit perusahaan yang baru di beli oleh Ibu Neneng Sri Wahyuni. Dulu Saya tidak Tau siapa itu Pak Nazaruddin, karena Ibu Neneng yang mewawancarai Saya dan menerima Saya untuk bekerja di sana. 1 Minggu berada di tengah hutan di Pekan baru Duri, setelah bertugas Saya kembali lagi ke Jakarta. 1 bulan Saya membereskan dan membangun sistem pembukuan untuk PT.PANAHATAN, melihat kerapihan dari sistem yang Saya bangun di PANAHATAN, Sayapun kembali di tugaskan membereskan pembukuan di perusahaan yang lain...... Saat itulah Saya baru tahu dan terkagum-kagum betapa sehatnya perusahaan yang berada di naungan Pak Nazaruddin dan Ibu Neneng, mereka berdua sangat muda, dan sangat sukses.
Semakin Saya bertambah dalam, semakin Saya tau, perusahaan ini sangat rentan dan sangat berbahaya. Hilang semua kekaguman yang pernah terbersit saat awal Saya bekerja. Sehingga dengan tekad yang bulat Saya putuskan Oktober 2009 untuk mengundurkan diri dari perusahaan. Surat pengunduran diri Saya berikan ke HRD bulan Oktober 2009, 1 bulan kemudian secara resmi Saya mengudurkan diri. Selama 1 bulan di kantor di kucilkan oleh bu Neneng dan Pak Nazaruddin, tidak di tegur, tidak di ajak metting, menjelang 1 November 2009 tiba-tiba bu Neneg Sri Wahyuni mengajak saya bertemu dengan Pak Nazaruddin di lantai 4 kantor tebet. (Tahun 2008 - 2009 kantor kami di Abdullah Safei no. 9). Pak Nazar membujuk Saya agar tidak berhenti bekerja, saat itu Saya hanya diam, Pak Nazar berfikir... dengan diamnya Saya Pak Nazar yakin Saya tidak akan berhenti bekerja, karena memang selama Saya bekerja di sana Saya sangat pendiam. Tepat tanggal 1 November 2009 Saya sudah tidak masuk kerja, Gaji Saya bulan Oktober pun tidak di bayar oleh Pak Nazaruddin. Hari pertama Saya tidak bekerja Pak Nazar marah besar, karena hari itu hari Sabtu, saat jadwal meeting besar, HRD diperintah oleh Pak Nazar untuk menjemput Saya di rumah, HRD saat itu sangat ketakutan. Datanglah HRD di rumah Saya, membujuk Saya untuk menghadap Pak Nazaruddin. Tapi Saya tidak mau, mohon sampaikan maaf Saya kepada Pak nazaruddin, Saya sudah resmi keluar dari perusahaannya. Selama bulan November dan Desember bolak balik HRD ke rumah Saya.... dan Saya kasihan dengan Pak Najib saat itu, karena beliau akan kena marah kalau tidak membawa Saya bertemu dengan Pak nazar di kantor. Sempat beberapa kali Saya menghadap pak Nazaruddin, beliau sangat sopan berbicara dengan Saya, dan sayapun dengan Sangat sopan menolak beliau, sampai pada pertemuan terakhir beliau berbicara.... Kamu benci sama Saya ya Yul, Sayapun menjawab tidak Pak, Pak... kalau bapak takut Saya bicara tentang perusahaan ini ke orang lain.... bapak cuci aja otak saya pak, Saya tidak kenal Bapak tidak apa-apa Pak, Pak Nazar pun berbicara... kamu ini ada ada aja Yul, Saya sudah bingung ngomong sama kamu Yul.... begini saja.... Saya kasih kamu waktu berfikir 1 minggu, (Saat itu sudah menjelang akhir tahun 2009) dengan senyum yang sangat dingin Dia berkata, Saya tahu suami kamu Yul, dan Saya tahu anak kamu. Sampai ketemu minggu depan. Saat itu Saya sangat ketakutan, Saya merasa Pak Nazar mengancam Saya. Saya tahu ia memang sangat kejam. Terlalu banyak contoh yang sudah Saya lihat dengan mata kepala Saya sendiri. Akhirnya.... setelelah Saya berbicara dan diskusi dengan kakak Saya (Saya tidak berani membicarakan ancaman ini ke suami Saya), Saya kembali bekerja dengan pak Nazaruddin. Hari demi hari Saya jalani dengan mati rasa. Setiap hari Saya berfikiran takut di tangkap oleh penegak hukum, satu kaki di kuburan satu kaki di neraka. Semakin hari Saya semakin pendiam, semakin keras, dan semakin jaga jarak dengan orang lain, seperti menjalani dua kehidupan.
Saat kasus ini menimpa tgl 21 April 2011, ada ketakutan, kecemasan dan rasa syukur, bersyukur karena akhirnya Saya bisa bebas dari Pak Nazaruddin, ketakutan akan di jadikan kambing hitam oleh Pak Nazaruddin, kecemasan apakah pihak penegak hukum akan percaya kepada Saya, karena Pak Nazar adalah seorang anggota DPR di komisi 3, dan Saya bukan siapa-siapa. 2 bulan pelarian adalah hari yang sangat panjang dalam hidup Saya selama Saya hidup 40 tahun. Berpindah-pindah dari hotel satu ke hotel yang lain, dari apartemen 1 ke apatement yang lain. Sehingga pada akhirnya KPK dapat menemukan Saya di rumah kontrakan saya 13 Juni 2011. Mulailah semua itu berubah... sampai sekarang....
Selama pelarian Saya.... banyak pengalaman yang dapat Saya peroleh, yang baik dan yang buruk, semua itu Saya anggap sebagai dinamika kehidupan. Saya hanya dapat bersyukur.... sampai dengan saat ini walaupun kehidupan kami berubah 180 derajat, kami sekeluarga semakin erat, dan semakin harmonis. Walaupun Saat ini kami hidup Pas pasan, tapi kami sangat bersyukur, kami sangat menikmati kehidupan kami yang sangat terbatas ini.
Saya dan Oktarina Furi sudah meninggalkan kehidupan kami yang lama, memulai segala sesuatu dari NOL, sampai saat ini Oktarina Furi belum bekerja kembali karena masih takut, sedangkan Saya hanya membantu pekerjaan suami dan sebagai ibu rumah tangga, tapi kami tidak patah semangat, kontribusi kami yang kecil ini kami persembahkan untuk Indonesia, janganlah lihat CADAR kami... lihatlah KESAKSIAN kami. Semoga kesaksian kami dapat memberi sedikit angin segar untuk pemberantasan KORUPSI di Indonesia yang kita cintai ini.