Menjadi guru bukanlah impian saya sejak kecil. Dulu, jika ditanya ingin kuliah ambil jurusan apa, maka saya akan menjawab arsitek atau desain interior. Dalam bayangan saya kedua profesi itu begitu keren di zaman itu.
Namun, ternyata kini saya menjadi seorang guru dan sudah 14 tahun lamanya.
Perjalanan Menjadi Guru
Walaupun bukan dari keluarga berada, saya mempunyai keinginan melanjutkan ke perguruan tinggi selepas SMA. Tahun 2003, saya sempat mendaftar kuliah dan diterima di Univesitas Sahid Jakarta, jurusan pariwsata dan perhotelan. Waktu itu saya mendaftar sudah gelombang ke 5.
Namun, setelah melalui berbagai pertimbangan, saya tidak jadi melanjutkan kuliah di Universitas Sahid. Pertama pertimbangan biaya. Walaupun kakak saya memiliki agen koran yang cukup berkembang tetapi kakak saya pun ragu apakah bisa mencukupi biaya kuliah saya. Kedua, lokasi kampus jurusan pariwisata dan perhotelan ternyata tidak di Fatmawati tetapi di Pondok Cabe, Tangerang. Jauh dari tempat tinggal kami, Kranggan Bekasi.
Kakak saya tidak mengizinkan saya untuk kos karena tidak ada yang memantau. Apalagi saya adalah anak perempuan. Selain itu, saya juga baru datang dari desa.
Akhirnya, karena tidak jadi kuliah saya menganggur satu tahun. Satu tahun berikutnya saya bekerja sebagai SPG sepatu anak kecil "Bee Bug" dan "Power Puff Girl" di sebuah mall di Kelapa Gading.
Tahun 2005, kakak saya menang kuis "Who Wants to be a Millionare" sebanyak lima ratus juta. Saya diminta untuk melanjutkan kuliah. Saya sangat bahagia.
Keluarga menyarankan mengambil jurusan pendidikan. Mereka mengatakan jika mengambil jurusan pendidikan ada banyak keuntungan. Pertama, jika ambil jurusan Pendidikan bisa kerja di sekolah atau pun di perusahaan. Kedua, guru-guru PNS (waktu itu) banyak yang akan segera pensiun, jadi bisa mudah jadi PNS. Ketiga, jadi guru banyak liburnya, dan masih banyak lagi.
Saya setuju kuliah jurusan pendidikan, tetapi saya bingung mau ambil mapel apa. Dulu, waktu SMA saya ambil jurusan IPA, tetapi saya tidak suka hitungan. Oleh karena itu, saya berpikir saya tidak mau ambil jurusan yang membuat pusing.
Saya berpikir mau kuliah yang gampang saja. Saya putuskan mengambil jurusan bahasa Indonesia sebagai pilihan pertama, bahasa Inggris pilihan ke dua, dan pendidikan agama Katolik sebagai pilihan ke tiga. Akhirnya,saya diterima sesuai pilihan pertama saya, bahasa Indonesia.