Mohon tunggu...
Yuliana Rahmasari
Yuliana Rahmasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 TEKNIK INDUSTRI Telkom University Purwokerto

saya merupakan mahasiswa S1 Teknik Industri Telkom University Purwokerto

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Perundungan Siber (Cyberbullying) di Era Modern

8 November 2024   17:23 Diperbarui: 9 November 2024   09:33 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : https://www.instagram.com/p/DCG0zVOS4HN/?igsh=Z3l1M2gwNjNidG5x

Perundungan Siber: Ancaman Digital di Era Modern

Di era digital yang semakin berkembang pesat seperti sekarang, perundungan siber (cyberbullying) telah menjadi ancaman serius yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis dan sosial masyarakat, khususnya di kalangan remaja dan anak-anak. Perundungan siber didefinisikan sebagai tindakan agresif yang dilakukan secara sengaja dan berulang melalui media elektronik oleh individu atau kelompok terhadap korban yang tidak dapat dengan mudah membela dirinya (Smith et al., 2008). 

Fenomena ini semakin mengkhawatirkan seiring dengan meningkatnya penggunaan media sosial dan platform digital lainnya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Safaria (2016), sekitar 80% remaja Indonesia menggunakan internet secara aktif, dan 28% di antaranya pernah mengalami perundungan siber dalam berbagai bentuk. Angka ini menunjukkan betapa seriusnya permasalahan ini di masyarakat kita. Bentuk perundungan siber sangat beragam, mulai dari penghinaan, penyebaran rumor, pengucilan sosial digital, hingga ancaman kekerasan. Yang membedakan perundungan siber dari perundungan tradisional adalah sifatnya yang dapat berlangsung 24 jam sehari, kemampuan pelaku untuk tetap anonim, dan potensi penyebaran konten yang sangat cepat dan luas. 

Menurut penelitian Sari dan Suryanto (2016), anonimitas di dunia maya menjadi faktor signifikan yang mendorong perilaku perundungan siber, karena pelaku merasa lebih berani dan tidak takut akan konsekuensi langsung dari tindakan mereka. Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika menunjukkan peningkatan signifikan kasus perundungan siber dari tahun ke tahun, dengan korban terbanyak berada pada rentang usia 12-17 tahun. Situasi ini diperparah dengan rendahnya kesadaran masyarakat tentang keamanan digital dan minimnya pengawasan orang tua terhadap aktivitas anak di dunia maya.

Sebagian besar dari kita hanya menggetahui bullying yang dilakukan secara langung atau bertemu langsung dengan target (sebutan untuk seorang korban) bullying menggunakan kontak fisilk maupun verbal. Namun sekarang ini, bullying tidak hanya terjadi dikehidupan nyata saja, bullying sekarang juga terjadi di dunia internet atau cyber. Bullying yang terjadi di internet atau cyber dijuluki dengan cyberbullying. Cyberbullying sama dengan bullying yang terjadi pada umumnya, yaitu sama-sama mengintimidasi ataupun mengganggu orang yang lemah, cyberbullying ini pada umumnya banyak terjadi dimedia sosial. Perbedaan antara Cyberbullying dengan bullying adalah tempat di mana seorang pembully atau mobbing (julukan untuk satu kelompok pem-bully) melakukan intimidasi, ancaman, pelecehan, dll terhadap target. Cyberbullying adalah kejadian ketika seorang anak atau remaja diejek, dihina, diintimidasi, atau dipermalukan oleh anak atau remaja lain melalui media internet, teknologi digital atau telepon seluler. Cyberbullying dianggap valid bila pelaku dan korban berusia di bawah 18 tahun dan secara hukum belum dianggap dewasa. Apabila salah satu pihak yang terlibat (atau keduanya) sudah berusia di atas 18 tahun, maka kasus yang terjadi akan dikategorikan sebagai cybercrime atau cyberstalking (sering juga disebut cyber harassment) (PotretOnline.Com, 12 Agustus 2013)

Secara umum, cyber bullying dapat saja diintepretasikan terhadap berbagai delik yang diatur dalam hukum pidana umum di Indonesia, yaitu yang termuat dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP). Pasal-pasal KUHP yang relevan dalam mengatur delik cyber bullying ini adalah yang tercantum dalam Bab XVI mengenai Penghinaan, khususnya Pasal 310 ayat (1) dan (2) yang berbunyi : 

Pasal 310 ayat (1) : “Barangsiapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.” 

Pasal 310 ayat (2) :  “Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.

1. Dampak Psikologis yang Mendalam

Perundungan siber memiliki dampak psikologis yang jauh lebih mendalam yang dialami oleh korban dibandingkan dengan perundungan biasannya . Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor utama yang membedakannya dari bentuk perundungan konvensional. Pertama, sifat permanen dari konten digital membuat korban terus-menerus mengalami trauma setiap kali mengingat atau melihat kembali konten tersebut. Kedua, jangkauan audiens yang sangat luas dapat mengakibatkan rasa malu dan kehilangan harga diri yang lebih intens.

Penelitian yang dilakukan oleh Widodo dan Pratitis (2013) menunjukkan bahwa korban perundungan siber memiliki risiko 2,5 kali lebih tinggi mengalami depresi berat dibandingkan remaja yang tidak mengalami perundungan. Dampak ini dapat bertahan hingga bertahun-tahun dan mempengaruhi perkembangan sosial-emosional korban di masa dewasa. Data dari berbagai studi menunjukkan bahwa korban perundungan siber sering mengalami gangguan tidur, penurunan prestasi akademik, isolasi sosial, dan dalam kasus yang lebih serius, dapat mengarah pada pemikiran untuk bunuh diri. Kasus-kasus bunuh diri terkait perundungan siber yang terjadi di berbagai negara menjadi bukti nyata betapa destruktifnya dampak dari fenomena ini.

2. Kompleksitas Penanganan di Era Digital

Penanganan kasus perundungan siber akan menghadapi tantangan yang jauh lebih kompleks dibandingkan perundungan secara langsung. Karakteristik dunia digital yang dinamis menciptakan berbagai kendala dalam proses identifikasi dan penindakan pelaku. Platform media sosial yang terus berkembang dan berubah menyulitkan penegak hukum dan institusi pendidikan dalam mengembangkan protokol penanganan yang efektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun