Fenomena anggota dewan menandatangai draft tanpa membaca lebih dahulu apa isi dari draft mungkin bukan sesuatu yang luar biasa. Setidaknya, ini menjadi perihal yang ‘manusiawi’ jika tidak mau dikatakan “malas” mengetahui isi sebelum masuk di forum pembahasan. Sebab untuk membaca tumpukan draft yang berisi pasal-pasal dan memikirkannya sebelum memasuki jam kerja di medan ‘pertarungan’ gagasan, membutuhkan energi dan kepiawaian untuk membidik ke mana tumpukan pasal-pasal itu akan dibawa.
Sebagian anggota mengatakan hanya menandatangani formulir hak inisiatif DPR untuk merevisi UU tentang Komisi Pemberantasan Korupsi tanpa mengetahui isi dari draft RUU tersebut. Tidak masalah memang, karena masih sangat memungkinkan untuk diperdebatkan dan direvisi kembali dalam pembahasan. Tetapi kembali, pada akhirnya dalam pembahasaninya, alur dalam RUU tersebut telah dibangun, yang lebih jauh lagi hal ini akan sangat tergantung nantinya pada kekuatan suara saat pembahasan berlangsung. Lagi-lagi kepentingan politik untuk memihak apa yang seharusnya dan kepentingan ego partai akan bertarung. Kita akan melihat sejauh mana para wakil rakyat itu benar-benar menjadi role bagi terbebasnya negeri ini dari para koruptor. Jika masa kerja KPK hanya dibatasi 12 tahun, artinya pasal itu juga harus diimbangi dengan target pemberantasan korupsi kurang dari 12 tahun.
Menurut pihak pengusul perubahan RUU tentang KPK bahwa revisi Undang-undang ini justeru memperkuat wewenang KPK dalam pemberantasan korupsi dengan cara menguatkan instrumen-instrumen penegakan hukum, dengan melakukan perombakan terhadap UU tentang Kepolisian, Kejaksaan dan Institusi Penegak Hukum lainnya. Yang menjadi pertanyaan lain, apa argumentasi yang menjadi dasar dimunculkannya wacana penghapusan upaya pemberantasan korupsi melalui pendidikan pada pasal 13 huruf c bahwa KPK dalam rangka pencegahan berwenang "menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi pada setiap jenjang pendidikan". Upaya pencegahan mental korupsi melalui jalur pendidikan adalah upaya membangun karakter anak-anak bangsa. Jika memang dianggap tidak efektif pasal ini, konsekuensinya harus ada penguatan yang berimbang di bidang pendidikan untuk membangun karakter anti korupsi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H