Pertanian merupakan sector yang cukup berpengaruh terhadap perekonomian nasional, karna melalui sector pertanian dapat mewujudkan ketahanan pangan, peningkatan daya saing, penyerapan tenaga kerja, dan penanggulangan kemiskinan. Pertanian juga memiliki tugas yang penting dalam menyediakan kebutuhan pangan masyarakat, yang diperkiraan berjumlah 271.349.889 jiwa (Kemendagri, 2020). Oleh sebab itu kebutuhan pangan masyarakat menjadi salah satu focus utama bagi pemerintah, sebab dengan tersedianya kebutuhan pangan bagi masyarakat maka dapat mewujudkan ketahanan pangan seperti yang diinginkan.
Untuk itu produksi dalam sub sector pertanian perlu ditingkatkan, misalnya dalam peningkatan produksi tanaman pangan seperti padi, tanaman hortikultura seperti sayur dan buah, serta tanaman perkebunan seperti sawit dan tebu. Salah satu cara meningkatkan produksi dapat dimulai dari petani itu sendiri. Misalnya dengan kebutuhan petani terhadap informasi pertanian.
Seiring berjalannya waktu, petani dituntut untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan baru untuk menghadapi berbagai masalah, baik yang diakibatkan oleh factor iklim maupun keterbatasan lahan. Apalagi saat ini pemerintah menekankan pembangunan pertanian berkelanjutan pada sector pertanian, karna dianggap melalui cara ini dapat memberikan dampak yang lebih baik bagi lingkungan, social, dan ekonomi. Namun proses pembangunan pertanian saat ini tidak hanya ditentukan oleh factor produksi, melainkan ada factor lain yang ikut berpengaruh seperti ekonomi, social, politik, budaya dan lingkungan. Terlebih lagi ada beberapa potensi yang perlu diperhatikan dalam pembangunan pertanian berkelanjutan, antara lain keanekaragaman hayati, lahan pertanian, penduduk, inovasi dan teknologi. Serta ada berbagai permasalahan yang perlu diatasi dalam pembangunan pertanian berkelanjutan, antara lain :
1. Pemenuhan pangan dan kecukupan gizi
Seiring pertumbuhan penduduk yang semakin banyak setiap tahunnya menuntut pemenuhan pangan dan kecukupan gizi terjadi dalam periode yang lama. Apalagi jika dikaitkan dengan isu kesehatan seperti gizi buruk, stunting, dan kekurangan gizi pada anak-anak maupun orang dewasa. Oleh karena produk pertanian yang dihasilkan harus memiliki kuantitas dan kualitas yang baik agar permasalahan tersebut dapat diatasi.
2. Deficit perdagangan subsector tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan
Karakteristik usahatani di Indonesia masih berskala kecil dengan tingkat produktivitas dan mutu produk yang beragam. Namun berdasarkan neraca perdagangan pertanian indoensia periode 2015-2019 menunjukkan sub sector perkebunan adalah penyumbang ekspor dan surplus terbesar di sector pertanian. Walaupun begitu diperlukan cara untuk meningkatkan daya saing produk pertanian pada masa yang akan datang.
3. Status dan kepemilikan lahan
Lahan-lahan pertanian di Indonesia masih mengalami kendala terkait status dan kepemilikan lahannya karna banyak lahan yang tidak jelas kepengurusan dan kepemilikannya. Sebab banyak diantara petani mengaku bahwa lahan pertanian yang mereka garap saat ini merupakan hasil warisan dari leluhurnya. Selain itu batasan lahan pertanian pun juga tidak jelas karna biasanya petani hanya menggunakan tanaman tertentu sebagai "pagar" pada lahan pertaniannya.
4. Pendidikan dan usia petani
Di Indonesia banyak petani yang berusia diatas usia produktif sekitar 40 hingga 60 tahun. Saat ini banyak masyarakat yang berusia 20-30 tahun enggan untuk menjalani profesi sebagai petani dikarenakan stigma negative di dalam masyarakat dan pendapatan yang rendah. Sehingga sumber daya manusia yang dibutuhkan pada sector pertanian mengalami penurunan dan saat ini hanya terdapat 28 % saja masyarakat yang berkontribusi dalam pertanian Indonesia. Terlebih lagi dengan tingkat pendidikan yang masih rendah dikalangan petani yang sebagian besar memiliki pendidikan sekolah dasar (SD).