Keuangan publik Islam merupakan cabang ilmu ekonomi Islam yang menawarkan solusi inklusif dan berkeadilan untuk mengatasi tantangan ekonomi masa depan. Berakar pada prinsip-prinsip syariah, keuangan publik Islam mengedepankan nilai-nilai keadilan (adl), keseimbangan (mizan), dan distribusi kekayaan yang merata. Dengan landasan ini, keuangan publik Islam mampu menciptakan sistem ekonomi yang tidak hanya fokus pada pertumbuhan, tetapi juga pada pemerataan hasil ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat secara kolektif. Dalam konteks modern, konsep ini menjadi relevan untuk mengatasi berbagai masalah ekonomi global seperti ketimpangan sosial, ketidakstabilan finansial, dan kebutuhan akan keberlanjutan ekonomi.
Keuangan publik Islam didasarkan pada beberapa prinsip utama yang membedakannya dari sistem keuangan konvensional. Pertama, larangan riba atau bunga merupakan elemen penting. Dalam syariah, riba dianggap sebagai bentuk eksploitasi yang dapat menciptakan ketimpangan ekonomi. Sebagai gantinya, keuangan Islam mendorong sistem berbasis kemitraan dan bagi hasil (profit-and-loss sharing). Kedua, larangan gharar (ketidakpastian) dan maysir (spekulasi) menjamin bahwa transaksi keuangan dilakukan dengan transparansi dan kepastian, sehingga mengurangi risiko yang merugikan salah satu pihak. Ketiga, konsep kepemilikan amanah menyatakan bahwa sumber daya ekonomi adalah titipan dari Allah dan harus digunakan untuk kebaikan bersama.
Prinsip-prinsip ini menjadikan keuangan publik Islam sebagai sistem yang menekankan keadilan sosial dan keberlanjutan. Dalam praktiknya, sistem ini tidak hanya fokus pada efisiensi ekonomi, tetapi juga pada distribusi kekayaan yang adil, pemberdayaan masyarakat, dan pelestarian lingkungan. Oleh karena itu, keuangan publik Islam memiliki potensi besar untuk menciptakan perekonomian yang lebih inklusif dan stabil. Keuangan publik Islam menggunakan berbagai instrumen unik yang berfungsi untuk mengelola sumber daya negara secara efisien dan berkeadilan. Salah satu instrumen utama adalah zakat, yang merupakan kewajiban bagi individu Muslim untuk menyisihkan sebagian kekayaannya demi kepentingan golongan yang membutuhkan. Zakat memiliki peran penting dalam mengurangi kesenjangan sosial dan meningkatkan daya beli masyarakat miskin, sehingga menciptakan stabilitas ekonomi.
Selain zakat, wakaf merupakan instrumen lain yang signifikan. Wakaf adalah donasi berbasis aset produktif yang digunakan untuk kepentingan umum, seperti pembangunan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Potensi wakaf dalam mendukung pembangunan ekonomi sangat besar, terutama jika dikelola secara profesional dan transparan. Instrumen lain yang digunakan dalam keuangan publik Islam meliputi ghanimah (hasil perang), fay' (pendapatan dari sumber daya alam), kharaj (pajak tanah), dan jizyah (pajak non-Muslim). Semua instrumen ini dirancang untuk menciptakan keadilan sosial dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Sukuk atau obligasi syariah juga menjadi salah satu inovasi penting dalam keuangan publik Islam. Sukuk memungkinkan negara untuk membiayai proyek infrastruktur besar tanpa melanggar prinsip riba. Dengan menggunakan aset nyata sebagai dasar, sukuk menawarkan alternatif yang stabil dan berkelanjutan untuk pembiayaan publik. Instrumen-instrumen ini mencerminkan fleksibilitas keuangan Islam dalam menjawab kebutuhan ekonomi modern. Keuangan publik Islam menawarkan solusi inklusif yang dapat menjawab berbagai tantangan ekonomi global. Salah satu keunggulan utama adalah kemampuannya untuk mengurangi ketimpangan ekonomi. Redistribusi kekayaan melalui zakat, wakaf, dan instrumen lainnya membantu memastikan bahwa kekayaan tidak terpusat pada segelintir individu atau kelompok. Dengan demikian, keuangan publik Islam menciptakan keseimbangan ekonomi yang lebih adil.
Selain itu, keuangan publik Islam berkontribusi pada pemberdayaan ekonomi masyarakat. Misalnya, dana zakat dan wakaf dapat digunakan untuk membiayai program pendidikan dan pelatihan, yang pada gilirannya meningkatkan keterampilan dan produktivitas masyarakat. Pendekatan ini tidak hanya mengurangi kemiskinan, tetapi juga menciptakan peluang ekonomi baru bagi kelompok marginal.
Keuangan publik Islam juga mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dengan melarang praktik spekulasi dan mendorong investasi berbasis aset nyata, sistem ini menciptakan stabilitas keuangan jangka panjang. Dalam konteks global, pendekatan ini sejalan dengan kebutuhan dunia akan ekonomi hijau dan berkelanjutan. Misalnya, sukuk hijau telah digunakan untuk mendanai proyek-proyek ramah lingkungan, seperti pembangunan energi terbarukan dan pengelolaan limbah. Meskipun memiliki potensi besar, implementasi keuangan publik Islam tidak bebas dari tantangan. Salah satu hambatan utama adalah kurangnya pemahaman dan kesadaran tentang konsep ini, baik di kalangan pemerintah maupun masyarakat. Banyak negara belum memiliki infrastruktur hukum dan kelembagaan yang mendukung penerapan keuangan publik Islam secara efektif.
Selain itu, integrasi dengan sistem keuangan konvensional menjadi tantangan besar. Sebagian besar sistem keuangan global didasarkan pada prinsip riba dan spekulasi, yang bertentangan dengan syariah. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang strategis untuk menjembatani perbedaan ini. Misalnya, pengembangan instrumen hibrida yang memadukan prinsip syariah dengan mekanisme keuangan konvensional dapat menjadi solusi. Komitmen politik juga memainkan peran penting dalam kesuksesan keuangan publik Islam. Tanpa dukungan dari pemerintah, implementasi konsep ini akan sulit dilakukan. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang mendukung pengembangan keuangan Islam, termasuk insentif bagi lembaga keuangan syariah dan edukasi publik tentang manfaat sistem ini.
Keuangan publik Islam sangat relevan dalam menjawab tantangan ekonomi masa depan. Sistem ini menawarkan model yang adil, inklusif, dan berkelanjutan, yang dapat membantu negara-negara di seluruh dunia mengatasi berbagai masalah ekonomi. Dalam konteks ketidakstabilan finansial global, keuangan publik Islam dapat menjadi solusi untuk menciptakan stabilitas jangka panjang. Dengan melarang praktik spekulasi dan mendorong investasi berbasis aset nyata, sistem ini mengurangi risiko krisis ekonomi. Selain itu, keuangan publik Islam dapat mendukung agenda pembangunan berkelanjutan. Prinsip-prinsip syariah yang menekankan pelestarian lingkungan dan keseimbangan ekonomi sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs). Misalnya, dana wakaf dapat digunakan untuk mendanai proyek-proyek energi terbarukan, sementara zakat dapat membantu mengurangi kemiskinan dan ketimpangan sosial.
Keuangan publik Islam menawarkan solusi yang holistik dan inklusif untuk perekonomian masa depan. Dengan prinsip-prinsipnya yang menekankan keadilan, keberlanjutan, dan pemerataan, sistem ini mampu menciptakan perekonomian yang lebih stabil dan berkelanjutan. Instrumen seperti zakat, wakaf, dan sukuk memberikan alternatif yang efektif untuk mengatasi berbagai tantangan ekonomi, termasuk ketimpangan sosial, kemiskinan, dan ketidakstabilan finansial. Namun, untuk mewujudkan potensi ini, diperlukan upaya kolektif dari pemerintah, lembaga keuangan, dan masyarakat untuk mendukung pengembangan keuangan publik Islam. Dengan komitmen dan inovasi yang tepat, keuangan publik Islam dapat menjadi fondasi bagi perekonomian global yang lebih adil dan inklusif.
Oleh : Yuliana Rasni (Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Bone)