Mohon tunggu...
yuliana putri
yuliana putri Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketidaksetaraan Perempuan dan Laki-Laki dalam Cerita Rakyat Tanjung Menangis Tanah Samawa

7 Mei 2016   12:37 Diperbarui: 7 Mei 2016   13:11 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh: Yuliana Putri

Pada masa kini jika dilhat dari segi hukum, terdapat dalam pasal 27 ayat 1 yang berbunyi “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Dari pasal tersebut dapat diketahui bahwa sebenarya baik itu perempan maupun laki-laki memilki derajat yang sama. Selain jka direnungkan peran perempuan itu sangat penting karena perempuan merupakan perentara kehadiran seorang manusia termasuk laki-laki. Perempuanlah yang mengandug dan melahirkarkan manusia baik itu laki-laki maupun perempuan.

Namun seelum sebelum terjadinya perkemangan zaman, pada zaman dahulu terutama di tanah samawa  perempuan dan laki-laki dikatakan tidak sederajat. Perempuan pda zaman daulu dianngap sebagao sosok yang lemah sedangkan laki-laki dipandang sebagai sosok yang kuat dan dipandang sebagai sosok pemimpin. Hal ini dapat dilihat dalam cerita rakyat Tanumg Menagis di Tanah samawa.

Tanjumg adalah nama sebuah tanjung yang berada di pulau bagian timur pulau Sumbawa. Zaman daahulu dikisahkan bahwa ada seorang putri anak dari Datu samawa yang terkena penyakit yang aneh dan tak seorangpun yang  dapat menyembuhkan penyakit putri  datu samwa itu. Suatu hari datu samawa membuat sayembara, barang siapa yang dapat menyembuhkan penyakit sang putri jika perempuan maka akan dijadikan anak angkat dan jika laki-laki maka akan diniahkan dengan sang putri.

Berita mengenai sayembara tersebut sudah menyebar hingga kepulau Sulawesi. Suatu hari datanglah seorang kakek tua di kediaman datu samawa itu, dia berasal dari Ujung Pandang dan memperkenalkan diri dengan nama Daeng Ujung Pandang.  Kakek ini telah mendengar berita mengenai penyakit aneh yang diderita oleh sang putri. Kakaek ini ingin mencoba menyembuhkan penyakit sang putrid jika ALLAH mengizinkan. Dengan kekuasaan ALLAH dan pengetahuan yang dimiliki oleh Daeng Ujung Pandang sang putrid kembali sembuh sperti semula.

Setelah sang putrid sembuh tibalah waktunya bagi datu samwa untuk membayar janjinya. Namun dengan melihat kondisi fisik Daeng Ujung Pandang  yang sudah tua itu, Datu samwa membatalkan janjinya. Datu samawa merubah hadihanya dari sayembara tersebut, yaitu dengan meeberikan harta sebanyak-banyaknya kepada Daeng Ujung Pandang asalkan Daeng Ujung Paandang tidak menikahi sang putrid. Mendengar hal tersebut Deang ujung pandang merasa terhina dankembali ke Ujung Paandang dengan menggbakan perahu yang kecil yang dilabuhkan di Taanjung. Sang putri merasa ibah dengan dan mengejar Daeng Ujung Pandang di Tanjung. Setelah sang putrid sampai ditanjung saat itu pula Deng Ujung Pandang ini berubah menjadi seorang pemida yang tampan tiada taranya dengan kekuasaan ALLAH.

Melihat kejadian tersebut sang putri menyesali keputusan yang telah dilkukan oleh Datu samawa, sang putrid pu menangis dan merasa tersiksa karena ditinggal oleh seseorang yang baru dicintainya. Sambil menangis sang putri mengejar Daeng Ujung pandang hingga ketengah laut daan tidak menyadari bahwa dia sudah mulai tenggelam kemidian meninggal di Tanjung sambil menangis. Maka dari itu kenapa Tanjung tersebut di sebut sebagai tanjung menangis.

Setelah melihat cerita rayat tersebut dapat diketahui bahwa adanya ketidak setaraan antara laki-laki dan perempuan . dikatakan seperti itu karena dalam cerita rakyat tersebut  jika dilihat sang putri samawa sebagai sosok seorang perempuan dianggap sebagai manusia yang lemah. Hak sang putri dibatasi terutama untuk memilih jodoh atau calon suaminya sendiri. Dalam hal ini bisa dikatakan bahwa laki-lakilah yang berkuasa dan laki-lakilah yang membuat keputusan terhadap perempuan. Dalam cerita rakyat tersebut  pembatasan hak atas perempuan itu menyebabkan perempuan atau sang putri menjadi tersiksa  sehingga sang putrid melakkan tindakan yang tidak dipikirkan terlebih dahlu yaitu dengan mengejar Daeng ujung pandang hingga etengah laut dan tidak menyadari bahwa dia sudah mulai tenggelam dan lam kelamaan sang putrid pun meniggal ditengah laut Tanung tersebut.

Selain itu dalam cerita rakyat Tanjung Menangis ini laki-laki adalah pemegang kekuasaan dan apa yang yang menjadi keputusan dari laki-laki tersebut harus dituruti oleh kaum perempuan.  Dari keputusan tersebut myebabkan pembatasan terhadap perempuan sehingga perempuan   tidak bisa melakukan apa yang menjadi keinginan dan keputusannya. Jika perempuan itu tidak memenuhi apa yang sudah menjadi keputusan dari laki-laki maka akan mengaibatkan dampak yang buruk terhadap perempuan tersebut. Seperti apa yang telah dilakukan oleh datu samawa terhadap putrinya sendiri sehingga menyebabkan putnya meninggal di tengah laut Tanjung.

Sumber Referensi:

http://makibojogank.blogspot.co.id/2012/11/tanjung-menangis-cerita-rakyat-sumbawa.html

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun