Mohon tunggu...
Yuliana Sri Marti
Yuliana Sri Marti Mohon Tunggu... -

seorang guru konseling di sebuah SMA swasta di Kota Pontianak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Laverna yang Tak Pernah Sepi

27 November 2012   07:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:36 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_211617" align="alignleft" width="400" caption="peserta retret berpose di papan nama Kompleks Laverna. Foto: Yulian Sri Marti"][/caption] Oleh: Yuliana Sri Marti

Ceria meski capek dan sebagian sempat mabuk kendaraan, itulah ekspresi yang ditunjukkan para siswa kelas XII SMA Santo Paulus Pontianak, ketika tiba di Wisma Laverna di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Jarak sekitar 220 kilometer ditempuh selama kurang lebih 6 jam dengan bus sewaan.

Sebagian jalan yang dilintasi dalam kondisi berlubang membuat sebagian siswa pusing-pusing. Nuansa keakraban makin terasa, saat rekan-rekannya yang masih segar, berusaha memijit dan mengoleskan obat untuk siswa yang mabuk.

Agenda tahunan berupa retret ini digelar sejak 17 hingga 27 September, yang dibagi dalam 4 gelombang. Masing-masing gelombang menjalani kegiatan ini selama tiga hari dua malam.

Usai pembagian kelompok, para siswa mengikuti perayaan ekaristi yang dipersembahkan oleh Pater Bernard OFM Cap. Pater ini baru empat bulan bertugas di Laverna. Dalam kotbahnya dijelaskan arti nama wisma yang menjadi lokasi retret ini.

“Laverna yang sebenarnya ada di Italia, yaitu sebuah gunung yang tingginya 1000 meter di atas permukaan laut. Sebuah gunung yang sunyi, tempat Santo Fransiskus Asisi menerima karunia stik mata,” ujar Pater Bernard.

[caption id="attachment_211614" align="alignright" width="400" caption="Para peserta retret sedang out bond dengan mata tertutup mengitari taman Laverna. Foto: Yuliana Sri Marti"]

13540030511304660580
13540030511304660580
[/caption] Wisma Laverna sudah berusia 30 tahun. Selain wisma ini, di areal seluas 42 hektar itu berdiri Kompleks Biara Kapusin, postulat, dan susteran. Bukan sekadar taman yang membuat areal ini begitu sejuk dan asri, tetapi suasana hutan yang masih asli benar-benar terasa. Udaranya sejuk, juga kicauan burung terdengar dari beberapa ranting yang rindang.

Suster Ana SMFA sudah dua tahun belakangan menjadi pendamping retret di wisma ini. Menurut dia, seorang pendamping retret pun harus kreatif menyusun program, setelah melihat aneka perkembangan para peserta retret yang pernah hadir di tempat itu.

“Harus selalu mengubah metode pendampingan setelah melihat keunikan setiap peserta dari setiap sekolah yang pernah retret di sini. Memang tekadang terlintas rasa bosan dengan rutinitas, namun setelah melihat keceriaan dan tawa para peserta, rasa bosan itu hilang dan tumbuh semangat baru,” ucap Sr Ana.

Dalam menjalankan tugasnya, Sr Ana dibantu rekannya, Sr Adriana SMFA yang baru 6 bulan bertugas di tempat itu. Selain para pelajar dari SMA Santo Paulus Pontianak, para “pelanggan” retret lainnya berasal dari sejumlah sekolah seperti SMA St Fransiskus Asisi Pontianak, SMA Negeri dari Kabupaten Sintang, SMA Maniamas dari Kabupaten Landak, dan banyak lagi.

“Dalam 12 bulan, Laverna tidak pernah sepi , selalu ada kegiatan retret. Namun yang paling padat pada bulan Desember hingga Februari. Jadi kalau mau retret di sini harus pesan tempat dua atau tiga bulan sebelumnya,” kata Sr Ana.

[caption id="attachment_211615" align="alignleft" width="400" caption="Suster dan para peserta out bond bercengkrama sambil menikmati suasana alam. Foto: Yuliana Sri Marti"]

13540031071368693373
13540031071368693373
[/caption] Apa saja agenda retret? Tentu tak hanya ceramah, sharing, dan diskusi. Tak ketinggalan aktivitas yang mengasyikkan berupa outbond, dengan berjalan dalam kelompok dengan kaki di ikat tali plastik, menjalani halang rintang, dan menyeberangi sungai dengan meniti tali!

Pater Wenz Papet OFM Cap yang mendampingi sesi outbond, meminta semua peserta menutup matanya dengan kain. Mereka kemudian berjalanan berpegangan tangan mengitari rerumputan dan pepohonan. Di bagian lain, mereka disuruh merayap melewati haling rintang, dan endingnya mencium pohon karet.

Retret diselenggarakan untuk memberi kesempatan bagi peserta dalam mengenal diri sendiri sebagai pria dan wanita sejati, saling mengenal diri, bekerjasama dengan orang lain, bersikap kompak dan solid, mampu berbagi, sabar, dan jujur.

Dari sisi iman, mereka diajak bertobat dengan cara menuliskan dosa dan melakukan pengakuan dosa, agar bisa membaharui diri melalui pertobatan. Dengan melakukan pertobatan para siswi tumbuh dan berkembang menjadi manusia baru.

Seorang peserta retret, Sepiatin, mengungkapkan, kegiatan ini sangat membantu dirinya untuk tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang lebih sabar dan merasa memiliki banyak saudara.

“Apalagi udara di sini sejuk, membuat hati saya terasa menjadi damai,” ujar Sepiatin.

Jika hidup kita diandaikan dengan handphone, bisa lowbatt pada saat tertentu. Hidup manusia pun bisa mengalami “low”, sehingga perlu di charge dengan berkomunikasi secara lebih khusyuk dengan Tuhan. Hati yang “lowbatt” harus disegarkan dengan kuasa Roh Kudus, sekaligus mencari jati diri, memiliki sikap yang baik terhadap Tuhan, orangtua, guru, dan siapa saja. ----

* Penulis adalah guru pembimbing retret para siswa SMA Santo Paulus Pontianak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun