Mohon tunggu...
Yuliyanti
Yuliyanti Mohon Tunggu... Wiraswasta - Yuli adja

Yuliyanti adalah seorang Ibu Rumah Tangga memiliki kesibukan mengurus bisnis keluarga, Leader paytren, Leader Treninet. Sebagai penulis pemula telah meloloskan 7 antologi. Penulis bisa ditemui di IG: yuliyanti_leader_paytren Bergabung di Kompasiana 20, Oktober 2020

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Moralitas di Era Globalisasi

2 Januari 2021   15:33 Diperbarui: 2 Januari 2021   15:35 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Untukmu yang di langit biru. Selalu kupuja, walau tak bersua. Kepada-Mu segala keluh dan peluh tertuju. Harapku baik-baik saja denganku, ya. Aku ingin cerita, bukan tentangku. Namun, tentang mayapada yang memesona di bias cakrawala.
Keindahan yang tiada tara, namun terkena percikkan noda oleh segelintir manusia.

Pada masa ini, manusia mengalami suatu proses peralihan n(transisi) dari masa anak-anak menuju dewasa. Iya, mungkin itu julukan yang lebih tepat. Masa peralihan ini bagi semua kalangan kecil, menengah, hingga ke atas. Masa-masa mengalami perkembangan yang sangat pesat, baik dari segi fisik maupun mental. Jika di era ini, setiap orang tak mampu menjaga diri dari pengaruh dunia luar, maka akan berakibat tidak baik buat diri sendiri atau masyarakat sekitar.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang serba canggih ini telah menghipnotis sebagian kalayak. Mereka berbaur, berpacu untuk bisa mengungguli satu demi satu.

Sebagai contoh terdekat, hampir semua orang  membutuhkan handphone sebagai media sosial untuk menunjang segala hal, itu tidak bisa dipungkiri bukan? Benda pipih serba canggih bisa jadi sahabat, tetapi juga bisa jadi racun dalam hati. Kenapa? Iya, karena ada segelintir orang bisa di buat gelap mata, dan menghalalkan segala cara untuk memilikinya. Tak jarang karenanya banyak peristiwa kejahatan seperti copet, begal kian marak, hanya untuk memiliki benda pipih serba canggih tersebut.

Konon kabarnya, segelintir orang yang ingin memeluk benda tersebut dengan paksa, (dengan cara mencuri, menjambret) bisa babak belur karena dihakimi masa. Bahkan ada pula, bisa berakibat meregangnya nyawa bagi yang mempertahankan benda tersebut.

Sungguh miris bukan?  Siapa yang harus disalahkan?
Yang membuat handphone? Atau yang tidak punya handphone?

Ngeri-ngeri sedap bukan? Lantas seandainya punya, lalu untuk apakah benda pipih serba canggih tersebut?

Untuk bergayakah? Atau untuk menunjang kepopularitasan?
Atau untuk apa?

Kalau saya pribadi, 1. Untuk menunjang sarana bisnis kinerja saya yang kebetulan tak luput dari handphone

2. Untuk mencari ilmu dan menerbar manfaat kebaikkan, walaupun pengetahuan saya masih dangkal.

Yuk, manfaatkan handphonemu untuk sesuatu yang bernilai kebaikkan, jangan sampai benda itu meracuni hati kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun