[caption caption="Ilustrasi - suarakarya.com"][/caption]
Indonesia adalah negara besar yang terdiri atas ribuan pulau yang membentang sepanjang 3977 mil atau 6400 km dari Sabang di ujung Barat sampai Merauke di ujung timur, dari Pulau Miangas di ujung utara sampai Pulau Rote di ujung selatan. Wilayah yang luas dan dipisahkan oleh lautan membuat Indonesia, mau tidak mau harus mengatur pola dan sistem distribusi barang dan jasa agar merata ke seluruh pelosok negeri.
Distribusi inilah yang menjadi faktor penentu kestabilan harga barang. Sering kali pola distribusi yang rumit dan panjang serta memakan biaya yang tinggi, menjadikan harga barang menjadi mahal hanya untuk mengganti biaya selama proses distribusi barang tersebut. Belum lagi jika proses distribusi terhambat oleh faktor alam dan membuat beberapa daerah mengalami kelangkaan barang.
Selain distribusi kebutuhan pokok, tantangan lain yang harus dihadapi pemerintah adalah distribusi energi dalam bentuk Bahan Bakar Minyak (BBM). Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini BBM telah menjadi kebutuhan yang paling penting di masyarakat. BBM adalah sumber energi dalam sektor produksi dan juga penggerak roda perekonomian di Indonesia. Kegiatan sehari-hari masyarakat juga tidak bisa lepas dari BBM, termasuk kegiatan pemerintahan.
Bahkan jika dilihat lebih luas, saat ini dunia dilanda konflik untuk memperebutkan sumber energi. Seperti halnya di Timur Tengah, beberapa negara berkonflik hanya untuk menguasai kilang minyak sebagai sumber keuangan. Bahkan Amerika Serikat pun yang bukan termasuk negara Timur Tengah, ikut terlibat dalam konflik dalam memperebutkan sumber energi minyak bumi.
Minyak bumi adalah penghasil devisa yang signifikan bagi suatu negara. Negara-negara Timur Tengah seperti Uni Emirat Arab, Kuwait, dan Qatar telah berubah menjadi suatu bangsa yang kaya akibat hasil dari ekspor minyak bumi. Indonesia merupakan anggota OPEC, yaitu negara-negara pengekspor minyak dunia. Namun kenapa Indonesia tidak bisa menjadi kaya seperti UAE, Kuwait, dan Qatar? Padahal minyak bumi yang dihasilkan oleh Indonesia per hari mencapai 1.023.000 barel.
Indonesia memiliki banyak ladang minyak, yang letaknya tidak hanya di daratan atau pulau, melainkan juga di laut lepas. Dengan ladang minyak seperti itu, seharusnya minyak yang dihasilkan lebih banyak dan bisa menjadikan Indonesia sebagai negara yang kaya. Namun kenyataan berbanding terbalik dengan ekspektasi. Negara ini terlalu banyak dipermainkan oleh asing dalam pengelolaan minyak bumi. Sebagian besar sumur pengeboran dikuasai oleh perusahaan asing sehingga keuntungan yang didapat pemerintah hanya sedikit.
Indonesia tidak banyak memiliki kilang minyak, tercatat pada tahun 2016 hanya terdapat 6 kilang minyak aktif di seluruh negeri. Sebenarnya di Indonesia banyak terdapat kilang minyak, namun sekarang tidak difungsikan kembali. Akibatnya, minyak mentah yang dihasilkan dari sumur pengeboran akan langsung diekspor keluar dengan biaya yang murah, kemudian pemerintah mengimpor lagi minyak yang sudah jadi dengan harga yang lebih mahal.
Hal ini yang menjadi salah satu penyebab kenapa Indonesia masih menjadi negara dengan ekonomi pas-pasan seperti sekarang ini. Di samping ekspor-impor dan pengolahan minyak di atas, ada faktor lain yang tidak kalah penting yang menjadi kunci perekonomian Indonesia, yaitu pola distribusi minyak oleh Pertamina yang masih belum sempurna. Karena Indonesia menjadi negara dengan jaringan distribusi BBM paling rumit di dunia, maka peran Pemerintah melalui Pertamina menjadi penentu dalam proses ini.
Secara umum, proses distribusi minyak Indonesia berawal dari kapal tanker di Pelabuhan Singapura. Minyak yang diimpor tersebut kemudian diolah di kilang-kilang minyak seperti Cilacap, Dumai, Plaju, Balikpapan, Balongan, dan Kasim. Kemudian dari kilang-kilang tersebut minyak yang sudah jadi didistribusikan ke daerah terdekat. Kilang minyak Balikpapan mengkover distribusi untuk daerah Kalimantan dan Sulawesi, sedangkan kilang minyak Klaju untuk daerah Papua dan Maluku. Sementara untuk Pulau Jawa dan Sumatera harga BBM relatif stabil karena terdapat masing-masing 2 kilang minyak.
Di Pulau Jawa, proses distribusi tidak mengalami kesulitan karena hanya dilakukan melalui jalur darat tanpa bongkar muat. Di Pulau Sumatera mulai terjadi sedikit tantangan, di mana medan yang harus dilalui sering kali merupakan jalanan rusak, seperti di daerah pedalaman Riau dan bengkulu. Pulau Kalimantan dan Sumatera memiliki hambatan distribusi yang hampir sama. Untuk ke pedalaman harus dilakukan beberapa kali bongkar muat barang. Bedanya di Kalimantan juga menggunakan jalur sungai sebagai sarana distribusi ke pedalaman.