Mohon tunggu...
Sam
Sam Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Padi tumbuh tak berisik. -Tan Malaka

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ujian Nasional Bukan Kriteria Kelulusan, Namun Perlu Dilaksanakan

24 Maret 2016   01:29 Diperbarui: 4 April 2017   18:22 1176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="duniapendidikan.com"][/caption]Di saat-saat seperti sekarang ini, siswa SMA tengah disibukkan dengan pelaksanaan Ujian Sekolah (US) dan persiapan menjelang Ujian Nasional (UN) melalui try out atau latihan-latihan. Kurang dari dua minggu lagi mereka akan melaksanakan UN, suatu tes akhir yang secara serentak diikuti oleh seluruh peserta didik jenjang SMA di Indonesia. Sesuai jadwal, UN SMA tahun ini akan diselenggarakan selama tiga hari pada tanggal 4-6 April 2016 mendatang.

Seperti yang telah dirasakan oleh banyak lulusannya, SMA adalah masa-masa pendidikan di mana UN terasa lebih sulit dari sebelumnya karena banyak mata pelajaran yang diujikan. Selain itu, isi soal dalam UN tidak bisa diprediksi karena dibuat dengan berbagai macam variasi. Hal tersebut menuntut siswa untuk belajar lebih keras.

Terkadang di sinilah pepatah “orang pintar akan kalah dengan orang beruntung” akan terwujud. Mental saat UN berlangsung dapat mempengaruhi kondisi psikologis siswa. Bisa jadi, karena siswa pintar tersebut sangat takut dan grogi, akhirnya otak tidak dapat berpikir secara jernih. Sebaliknya, siswa kurang pintar yang tidak bisa menjawab soal, memilih jawaban “ngawur” dan ternyata benar. Semua bisa terjadi karena UN menggunakan metode jawab pilihan ganda.

Belum lagi fokus belajar siswa yang sering terganggu dengan beban pikiran akan masa depan: “Ke mana aku setelah lulus? Kuliah, kerja, menjadi pengangguran, atau menikah?”. Beberapa siswa sibuk dengan kursus pelajaran tertentu sebagai persiapan awal ujian masuk Perguruan Tinggi. Beberapa lagi sibuk mencari info lowongan kerja serta mempersiapkan segala persyaratan untuk menjadi karyawan.

Sering terlintas dalam pikiran siswa SMA bahwa UN sebenarnya tidak penting karena tidak menentukan dan berdampak pada apa pun. Pertama, seleksi masuk Perguruan Tinggi tidak banyak menggunakan nilai UN. Kedua, seleksi tes masuk kerja di perusahaan jarang mempertimbangkan nilai UN dalam penerimaan. Ketiga, yang paling signifikan, UN tidak mempengaruhi kelulusan.

Beberapa alasan di atas menjadi dasar siswa bersikap apatis terhadap UN, yang mereka pikirkan hanya lulus dan lulus tanpa peduli apa sebenarnya maksud dan tujuan dilaksanakannya UN oleh pemerintah. Pemikiran apatis kemudian berubah menjadi kemalasan. Kemalasan berubah menjadi ketidaksiapan. Ketidaksiapan berubah menjadi ketakutan akan nilai jelek. Ketakutan berubah menjadi kecurangan.

Kecurangan yang dilakukan siswa saat UN bermacam-macam, mulai dari bekerja sama dengan teman, membawa kertas contekan, sampai dengan membeli kunci jawaban UN ke oknum-oknum yang dengan sengaja membocorkan kunci jawaban untuk kepentingan pribadi. Ada pertanyaan besar dibalik penjualan kunci jawaban UN tersebut: Bagaimana bisa oknum tersebut mendapat soal?

Pertanyaan di atas tidak perlu dijawab karena mungkin banyak yang sudah mengetahui motifnya. Sebenarnya, yang menjadi masalah bukan penjual kunci jawaban, namun pembelinya yaitu siswa. Jika “barang” tidak ada yang membeli, maka tidak mungkin ada penjual. Sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran, jika permintaan akan barang berbanding lurus dengan harga.

Menurut cerita dan pengalaman, umumnya kunci jawaban dibeli dengan iuran siswa satu sekolah sebesar 50 ribu rupiah bahkan bisa lebih. Jika diasumsikan ada 300 siswa dalam satu sekolah, maka sangat besar keuntungan dalam bisnis haram ini. Cobalah menjadi siswa yang jujur, karena jujur membuahkan suatu usaha. Usaha untuk belajar, dan belajar akan menciptakan siswa cerdas. Kalau semua siswa jujur, pasti tidak ada oknum yang membocorkan kunci jawaban UN tersebut.

Beberapa kalangan yang tidak tahu apa sebenarnya maksud dan tujuan diadakan UN juga ikut-ikutan memberi judgement bahwa UN tidak perlu dilaksanakan. Mereka hanya melihat dari satu sisi, di mana anggaran pendidikan banyak habis untuk pelaksanaan UN. Kalau anggaran habis demi kemajuan pendidikan itu sendiri, apa yang salah? Tolong masyarakat untuk berpikir lebih luas, toh pelaksanaan UN untuk siswa juga tidak dipungut biaya apa pun.

Menurut Permendikbud Nomor 5 Tahun 2015 Kriteria Kelulusan Peserta Didik, Penyelenggaraan Ujian Nasional, dan Penyelenggaraan Ujian Sekolah/Madrasah/Pendidikan Kesetaraan pada SMP/MTs atau yang Sederajat dan SMA/MA/SMK atau yang Sederajat pasal 21 dijelaskan bahwa hasil UN digunakan untuk pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan. Jadi maksud dan tujuan UN adalah untuk perbaikan sistem pendidikan di Indonesia khususnya jenjang SMA sederajat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun