Mohon tunggu...
Sam
Sam Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Padi tumbuh tak berisik. -Tan Malaka

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

BNN Menjadi Kementerian, Perlu atau Tidak?

13 Maret 2016   22:02 Diperbarui: 14 Maret 2016   13:53 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber: cpnskementerian.info"][/caption]

Presiden Joko Widodo, 11 Maret kemarin, mewacanakan akan meningkatkan status BNN (Badan Narkotika Nasional) menjadi setara dengan kementerian. Langkah itu diambil sebagai wujud perhatian serius terhadap permasalahan narkotika di negeri ini. Jika wacana tersebut direalisasikan, BNN akan di bawah Kementerian Koordinator Bidang, Politik, Hukum, dan Keamanan, tidak lagi di bawah Polri. (Kompasiana)

Lembaga yang bertugas memberantas narkotika ini memang sudah selayaknya untuk naik tingkatan dan sejajar dengan kementerian lain. Pasalnya tugas dan fungsi BNN dalam melaksanakan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika sangat luas. Juga mengingat permasalahan narkotika di Indonesia yang makin kompleks dan memiliki jaringan internasional.

Saat ini BNN merupakan salah satu lembaga pemerintah non kementerian (LPNK) yang diberi wewenang melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana narkotika dengan dasar hukum Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. BNN dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI melalui koordinasi Kapolri. Kepala BNN saat ini adalah Komjen (Pol) Budi Waseso.

Sejarah penanganan narkotika di Indonesia sudah dimulai sejak lama. Sebelum resmi menjadi Badan Narkotika Nasional, pada sekitar tahun 70-an, dalam struktur organisasi Bakin (sekarang BIN) ada suatu badan koordinasi yang salah satunya menangani permasalahan narkoba. Kemudian pada masa pemerintahan Gus Dur, dibentuklah sebuah Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN) melalui Keppres No. 116 Tahun 1999 dan dikepalai oleh Kapolri. Dan terakhir karena permasalahan narkotika semakin meluas akhirnya melalui Keppres No. 17 Tahun 2002 BKNN mengalami perombakan struktur dan namanya diubah menjadi BNN.

Rencana peningkatan status BNN menjadi lembaga kementerian mengalami beberapa kendala. Pertama, dalam UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa BNN adalah Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK). Dengan begitu, untuk meningkatkan status BNN harus diiringi dengan revisi UU Narkotika tersebut.

Kedua, dalam UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara terdapat peraturan yang membatasi jumlah kementerian hanya sampai 34. Saat ini kementerian telah mencapai jumlah yang ditetapkan. Dengan begitu, jika BNN naik maka harus ada salah satu kementerian yang dieliminasi, atau dengan cara merevisi UU lagi.

Ketiga, masalah anggaran dana. Peningkatan status suatu lembaga pasti diiringi dengan peningkatan anggaran dan fasilitas pejabatnya. Namun kenyataannya tidak seperti itu, anggaran yang diterima tidak berbanding lurus dengan berubahnya LPNK menjadi kementerian.

Ini bukan merupakan permainan politik untuk menaikkan gaji dan fasilitas yang diterima pejabat BNN. Justru dengan naiknya BNN menjadi kementerian, amanah yang diemban akan semakin berat. Seharusnya di antara kementerian atau LPNK harus bersaing untuk menjadi yang terbaik melalui tugas dan fungsinya masing-masing. Dan satu sama lain harus melakukan koordinasi serta kerja sama untuk menyelesaikan permasalahan.

Mengingat sentralnya peran BNN, menurut saya sudah selayaknya dan tidak ada alasan untuk tidak menyetujui wacana Presiden Joko Widodo untuk menaikkan status BNN. Mungkin hanya bandar, pengedar, dan pecandu narkotika saja yang tidak setuju karena takut dirinya akan bermasalah dengan hukum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun