"People from the past, have a tendency to walk back into the present, and run over the future
No matter what has happened ,it has all worked together to bring you to this moment"
Trowulan, Oktober 2017
Terik panas matahari semakin menyengat dan menusuk kulit. Trowulan kala siang hari memang sangat cerah namun rasa panasnya juara. Hingga aku berkata dalam hati, kapan sang bayu (angin) datang menghampiri. Untuk usikkan hembusan sejukmu di sini. Terlihat 39 derajat celcius suhu kala itu dan kurasakan siang itu rasa panasnya yang membara hingga membuat mata silau dan kepala pening sejenak.. Namun hal ini tidak menghalangi langkahku untuk kembali mengunjungi Gapura Bajang Ratu. Di samping itu juga, kunjungan ketiga kalinya  ke Gapura Bajang Ratu ini adalah sebagian dari kewajiban kerja.
Aku pun  melangkah masuk ke area Gapura Bajang Ratu dengan bertelanjang kaki dan  tak lupa uluk salam kepada mereka yang tak kasat mata dan hormat kepada leluhur. Rasa sakit di telapak kaki akibat sengatan dari tanah yang panas pun aku tepis. Saat kaki melangkah masuk, terlihat pemandangan taman dengan background gapura yang berdiri megah. Gapura bajang Ratu adalah salah satu situs yang terkenal di Trowulan dan bagi kalian yang menyukai sejarah pasti sudah tahu cerita di balik gapura cantik ini.
Bangunan yang terletak di Dukuh Kraton, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto dan sekitar 600 m dari Candi Tikus, Â pada awalnya dibangun untuk memperingati Kalagemet alias Jayanegara raja kedua Majapahit (Wilwatikta) yang mempunyai watak yang berbeda 180 derajat dengan ayahnya (Raden Wijaya). Ia adalah seorang pemberani dan pandai dalam menggunakan senjata apapun namun sifatnya banyak membuat orang-orang istana tidak menyukai beliau dan menorehkan kisah gelap. Bangunan gapura yang sudah tidak lengkap ini, diperkirakan dibangun pada abad ke-14 Â dan salah satu gapura yg monumental pada zaman keemasan Majapahit (Wilwatikta). Menurut catatan Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala Mojokerto, candi gapura ini berfungsi sebagai pintu masuk bagi bangunan suci untuk memperingati wafatnya Raja Jayanegara yang dalam kitab Negarakertagama disebut "kembali ke dunia Wisnu".
Menurut catatan sejarah, Raden Wijaya (Raja pertama I Majapahit) mempunyai 5 istri, 4 dari anak Kertanegara (Raja terakhir Singhasari) dan 1 Putri Melayu yg bernama Dara Petak. Jayanegara adalah anak sekaligus putra mahkota satu-satuya namun tak banyak yang suka beliau karena aneh dan menyukai 2 adiknya sendiri yg masih sedarah . Konon meninggalnya sang Jayanegara,juga  adanya ikut campur dari Sang Gayatri hingga membuat beliau merasa bersalah dan akhirnya memutuskan untuk menjadi bikuni ( biksu perempuan.) Hal ini dilakukan, karena jika Jayanegara masih hidup maka beliau akan menikahi kedua adiknya sendiri. Hal tersebut sungguh sangat dilarang menikah dengan orang yang masih satu darah.
Mengunjungi Gapura Bajang Ratu bagi saya, tidaklah cukup jika hanya sekedar melihat dan memotret. Hal yang sering saya lakukan disana adalah melihat bangunanya dirasakan yang begitu mendalam dan ditulis. Mungkin bagi sebagian orang, perihal yang saya lakukan adalah aneh tapi inilah salah satu perwujudan hormat saya kepada leluhur. Bangunan ini memang indah namun sudah banyak yang hilang. Kemungkinan besar, dibalik gapura ini, dahulu kala terdapat sebuah bangunan suci yang besar mengingat bentuk dari Gapura bajang ratu ini merupakan gapura paduraksa atau gapura beratap dengan tangga naik dan turun, Bajangratu diduga merupakan salah satu pintu gerbang istana Majapahit kala itu. Perkiraan ini didukung oleh letaknya yang tidak jauh dari lokasi bekas istana Majapahit dan jarak antara situs lainnya saling berdekatan.
Jika dilihat secara detail dibagian atasnya, Atap Bajang Ratu berbentuk meru (gunung), seperti mirip limas bersusun, dengan puncak persegi. Setiap lapisan dihiasi dengan ukiran dengan pola limas terbalik dan pola tanaman.