Abad-21 dapat dikatakan sebagai abad pengetahuan--sebuah abad yang ditandai dengan terjadinya transformasi besar-besaran dari masyarakat agraris menuju masyarakat industri dan berlanjut ke masyarakat berpengetahuan. Anda mungkin bisa menyaksikan bahwa masa kini semakin canggih oleh teknologi. Hal ini berawal dari pengetahuan-pengetahuan dasar yang dikembangkan yang menjadi cikal bakal kemajuan dunia.Â
Pengetahuan tidak lepas dari adanya pendidikan, karena dengan pendidikan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Kualitas SDM yang baik sangat mendorong manusia untuk beradaptasi. Maka dengan itu, pendidikan sangat di butuhkan apalagi pada abad-21 ini.Â
Tujuan dari pendidikan abad-21 adalah mendorong setiap orang untuk menguasai keterampilan-keterampilan abad-21 agar generasi lebih responsif terhadap perubahan dan perkembangan zaman. Selain itu, pendidikan dapat mendorong generasi untuk memiliki basis pengetahuan dan pemahaman yang mendalam untuk dapat menjadi pembelajar sepanjang hayat (life-long learner). Dengan demikian, sistem pendidikan perlu mempertimbangkan aspek yang menjadi domain. Salah satu domain yang sangat penting dalam pendidikan abad-21 adalah "Digital-Age Literacy".Â
Keterampilan dalam literasi memunculkan pemikiran atau pandangan kritis seseorang di berbagai bidang global. Bahkan dasar pemikiran tersebut bisa menjadi suatu hal yang sangat berguna bagi banyak orang. Keterampilan literasi menumbuhkan pandangan yang timbul akibat suatu kesadaran. Generasi jadi memahami bahwa "hidup dan kehidupan ini untuk kepentingan global yang lebih luas". Kutipan tersebut bermaksud bahwa seseorang dapat berpikir global dengan bertindak secara lokal (think globally and act locally) agar terciptanya keseimbangan yang bernama kesadaran global. Sebab jika ditilik, kita harus percaya bahwa pemikiran serta kesadaran kita bisa memengaruhi dunia.Â
Kesadaran global yang baik akan berakibat baik. Lalu bagaimana jika kurangnya kesadaran? Kekurangan kesadaran global akan menimbulkan kekacauan sosial. Misalnya terdapat contoh kasus pada masa pandemi.Â
Ketika awal masa pandemi di Indonesia, marak terjadi diskriminasi rasial. Diskriminasi dilakukan oleh masyarakat lokal kepada orang Cina-Indo. Hal ini diakibatkan karena virus corona pertama kali terjadi di kota Wuhan. Masyarakat lokal merasa khawatir terhadap penyebaran virus sehingga banyak kekerasan verbal berupa hujatan di media sosial terhadap orang Cina-Indo.Â
Diskriminasi anti-cina sudah diwanti-wanti agar tidak meluas di Nusantara karena untuk mengembalikan nama baik Cina-Indo butuh perjuangan. Seperti yang telah diperjuangkan oleh mantan presiden Indonesia Abdurrahman Wahid pada tahun 2000. Sayangnya masa pandemi saat itu, diskriminasi rasial malah menambah.Â
Isu diskiriminatif tidak lepas dari alasan negara Indonesia yang merupakan negara multikultur yang terdiri dari banyaknya ragam budaya, ras, maupun bahasa. Dengan demikian, Indonesia sangat rentan terhadap isu diskriminatif berpotensi konflik rasial (diskriminasi etnis) serta diskriminasi yang berbasis agama dan kepercayaan. Sejarah telah menunjukkan bahwa isu rasial dapat menyebabkan konflik berujung tragedi kemanusiaan seperti kerusuhan Mei tahun 1998, kasus Sambas-Kalimantan Barat tahun 1998-1999 dan kasus lainnya.Â
Dengan adanya kasus tersebut, kita harus lebih meningkatkan toleransi antarmanusia. Toleransi mengantarkan kita pada perubahan menuju kedamaian. Toleransi dapat tumbuh pada setiap orang, jika orang tersebut memiliki kesadaran untuk saling memahami, menghargai dan menghormati setiap perbedaan.Â
Pada masa kini toleransi mudah diterapkan, dengan cara:Â
1. Bermedia sosial dengan baik dan benarÂ