Keesokan harinya, utusan dari sang kyai mendatangi Raden Parto Kusumo yang pada saat itu sedang memancing karena kehabisan bahan untuk memasak. Kemudian meraka menyampaikan pesan dari Eyang Kepadangan kepada beliau untuk datang ke pesantren.Â
Ketika Raden Parto Kusumo datang ke pesantren dengan menunggangi Gajahnya, beliau terkejut ternyata Eyang Kepadangan mengetahui siapa beliau dan apa yang menyebabkan beliau hingga sampai didaerah ini. Kemudian, jejak dari Gajah yang ditunggangi oleh beliau saat ini menjadi wangan (sungai kecil) yang bernama wangan kotho, yang mana kotho disini memiliki arti lurus sebagaimana gajah Raden Parto Kusumo yang berjalan lurus tidak menengok ke kanan dan kiri.
Dalam perbincangan Eyang Kepadangan dan Raden Parto Kusumo, terdapat permintaan dari Eyang Kepadangan bahwasannya beliau bersedia mengangkat Raden Parto Kusumo sebagai murid dengan syarat mau menanggalkan gelar kebangsawanannya. Syarat itupun diterima oleh Raden Parto Kusumo, kemudian beliau berganti nama menjadi Syekh Ahmad Al'Muhammad.Â
Dikarenakan sang gajah mengetahui Raden Parto Kusumo mendapat amanah dari Eyang Kepadangan, ia tidak mau ketinggalan dari junjungannya dibuktikan dengan keinginannya untuk menjelma menjadi manusia, sehingga selama 40 hari sang gajah tidak makan, minum maupun berdiri.Â
Hal tersebut membuat santri-santri di pesantren mengira bahwa gajah tersebut mati, tetapi menurut Eyang Kepadangan gajah tersebut tidak mati, ia sedang memiliki keinginan untuk menjelma menjadi manusia namun tidak bisa karena sudah menjadi takdir Allah SWT gajah tersebut tetap menjadi hewan. Meskipun tidak menjadi manusia, gajah tersebut tetap dapat mengetahui isi pembicaraan maupun perintah dari manusia sekalipun ia tidak dapat berbicara.Â
Setelah 40 hari gajah tidak makan, minum, maupun berdiri, akhirnya gajah mulai bangun dan berdiri, namun keberadaannya di pesantren justru membuat para santri menjadi jarang mengaji sehingga Eyang Kepadangan berinisiatif untuk menitipkan gajah tersebut di grumbul Desa Kutaliman atas yang bernama Babakan.Â
Di daerah tersebut, gajah memilih untuk bertapa hingga si gajah pun akhirnya dapat mengerti bahasa manusia. Hingga saat ini, gajah tersebut menetap dan menjadi pusaka yang bernama Tombak Sakti Gajah Setho, yang artinya tombak sakti gajah putih dan tempat tersebut kemudian dikenal dengan nama Gupakan Gajah.Â
Kisah berlanjut hingga akhirnya Eyang Kepadangan pun tutup usia. Namun, sebelum kepergiannya beliau sudah berpesan kepada Syekh Ahmad Al'Muhammad agar menyebarkan ajaran Islam di Banyumas. Sedangkan pesantren yang menjadi peninggalannya diberi nama Kutaliman yang berarti kuta yaitu kota dan liman yang berarti gajah, cerita tersebut termasuk ke dalam asal usul nama desa Kutaliman yang diceritakan oleh sesepuh di Kutaliman yaitu Ki Sarno.
Makam Dalem Santri sebenarnya sudah aktif dikunjungi oleh para peziarah sejak 15 tahun yang lalu, namun mulai sangat ramai dikunjungi hingga dikenal oleh peziarah dari luar kota dimulai sekitar 10 tahun yang lalu.Â
Di tempat ini, tidak ada kegiatan lain selain keperluan berziarah sehingga dianggap sangat sakral. Dulunya terdapat masjid di dalamnya, namun dikarenakan banyak yang berbuat sembarangan di tempat tersebut akhirnya masjid tersebut dirobohkan. Tetapi, saat ini masjid tersebut sudah didirikan kembali dengan tiang penyangga, dan kebanyakan dimanfaatkan peziarah untuk melakukan peribadatan.
Pada saat ini, Makam Dalem Santri sangat aktif dikunjungi oleh para peziarah dari Banyumas dan bahkan dari luar kota. Selain makam Syekh Ahmad Al'Muhammad, terdapat empat makam lainnya yang berada disebelah Timur yang juga tidak pernah sepi dari peziarah. Dari informasi yang beredar, dipercaya dapat mendatangkan pengasihan, penglaris, dan sejenisnya. Namun, semua hanya sebagai syareatnya saja karena hakikatnya tetap kembali kepada Allah SWT.Â