Lagu "Akad" karya Payung Teduh yang sempat booming belakangan ini kiranya menjadi sebuah gambaran betapa musik indie di Indonesia sedang mengalami perkembangan yang pesat. Geliat itu dapat kita saksikan sekira empat hingga lima tahun belakangan ini.Â
Pesatnya laju perkembangan musik indie di Indonesia diiringi dengan banyaknya musisi-musisi dan band-band indie yang mulai unjuk gigi dengan karya-karyanya.Â
Sebut saja Frtwnty, Danilla Riyadi, Efek Rumah Kaca, Payung Teduh, dan Dialog Dini Hari, mereka adalah band-band dan musisi yang sedang digandrungi kalangan muda Indonesia dewasa ini.Â
Musikalitas mereka memang patut diacungi jempol. Tak heran jika karya-karya mereka banyak berlalu-lalang menghiasi blantika musik Indonesia.
Melihat fenomena booming-nya musik indie di Indonesia dewasa ini, agaknya kita perlu melihat kembali ke belakang bagaimana musik indie lahir dan berkembang sangat pesat hingga sekarang.Â
Perlu kita ketahui terlebih dulu bahwa cikal bakal lahirnya atmosfer musik indie di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari peran band legendaris asal Tuban, "Koes Plus". Pada era 70-an, atmosfer musik Indonesia dipenuhi dengan lagu-lagu Koes Plus. Radio, bahkan orang pesta, semua memutar lagu-lagu hits Koes Plus (Santosa, 2011).
Musikalitas Koes Plus sendiri kala itu tidak lepas dari pengaruh The Beatles yang sedang menggelora di Indonesia. Lagu-lagu Koes Plus terinspirasi dari lagu-lagu karya The Beatles yang mana banyak mengangkat isu-isu realitas sosial.Â
Musik, bagi Koes Plus, merupakan bagian dari kebebasan berekspresi. Oleh karena itu, mereka menciptakan musik-musik sesuai dengan kemauan hati nurani mereka, termasuk pandangan mereka dalam realitas sosial hingga pandangan politik.
Anggapan Koes Plus bahwa musik merupakan bagian dari kebebasan berekspresi rupanya ditentang oleh Soekarno yang saat itu masih menjabat sebagai Presiden RI. Musik-musik Koes Plus yang disebut sebagai musik ngik ngok oleh Soekarno ini dituduh identik dengan budaya kapitalisme Barat.Â
Menurut Soekarno, musik-musik Koes Plus terlalu kebarat-baratan dan tidak terlalu penting bagi masyarakat kelas bawah (Muhammad, 2018).
Pada 29 Juni 1965, Koes Plus dipenjarakan. Mereka dianggap tidak mengindahkan peringatan yang diberikan pihak kepolisian tentang pelarangan musik ngik ngok. Pihak kepolisian juga melarang lagu-lagu Koes Plus Bersaudara beredar di masyarakat.Â