Selama menjadi wakil, ia telah banyak berkontribusi dalam menyelesaikan permasalahan internal maupun eksternal organisasi internasional tersebut. Ada satu langkah diplomasi Sudirman yang akan selalu dikenang.Â
Di tengah ricuhnya hubungan IBF dengan WBF, Sudirman mampu melakukan negoisasi sebagai strategi untuk mendamaikan keduanya. Entah apa jurus yang digunakannya, yang pasti, ia berhasil membantu IBF dan WBF mencapai kata damai pada tahun 1981.
Sudirman wafat pada 1986 karena penyakit yang dideritanya. Wafatnya Sudirman juga menjadi tanda bahwa kepemimpinannya di PBSI telah usai. Jabatan ketua umum PBSI selanjtnya diambil alih oleh sahabatnya, Suharso Suhandinata.Â
Sebagai sebuah apresiasi dan loyalitasnya terhadap Sudirman, Suharso Suhandinata mengirim surat kepada Presiden IBF, Arthur Jones, yang berisikan gagasan serta usulan untuk membuat kompetisi sebagai tanda penghormatan untuk Sudirman. Usulan dari Suharso kemudian didiskusikan pada rapat Dewan IBF tahun 1986.Â
Berdasarkan rapat tersebut, IBF tidak menutup kemungkinan untuk mengadakan kejuaraan beregu campuran dunia yang penamaannya menggunakan nama Sudirman dan menjadikan Indonesia sebagai tuan rumah sesuai dengan usulan Suharso.Â
Pada 1989, untuk pertama kalinya Piala Sudirman dihelat di Jakarta. Indonesia menjadi juara setelah mengalahkan Korea. Gelar juara yang diraih oleh Indonesia tersebut menjadi yang pertama kalinya.Â
Hingga saat ini, bangsa Indonesia hanya mampu menikmati momen 'membawa pulang' Piala Sudirman selama satu kali. Nampaknya, piala Sudirman tersebut masih sibuk berkelana di negeri lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H