Bulan Dzulhijjah atau biasa disebut bulan haji yang sekarang ini sedang bersama kita, sangat identik dengan Nabi Ibrahim as. Ritual-ritual keagamaan yang dirayakan pada bulan ini seperti Ibadah Haji dan Kurban, merupakan pelajaran (‘ibrah) yang diambil dari kehidupan beliau beserta keluarga, dengan isterinya, Hajar dan putera tertua yakni Ismail ‘alaihissalâm.
Dalam Islam, Nabi Ibrahim adalah satu-satunya nabi, selain Nabi Muhammad saw., yang namanya disebut dalam setiap ibadah shalat. Di dalam Alquran, nama Ibrahim disebut sebanyak 69 kali dalam 24 surat, dan menjadi salah satu judul sebuah surat, yakni surat ke-14.
Menurut perkiraan ahli sejarah, Ibrahim hidup kira-kira dalam abad ke-19 dan 18 SM. Meski beliau hidup dalam kurun waktu yang sudah sangat lama, sekitar empat ribu tahun yang lewat, namun sampai sekarang, nama beliau tetap dikenang dan terus disebut dengan segala kebaikannya. Beliau dianggap sebagai moyang dari tiga agama besar di dunia, Yahudi, Kristen, dan Islam. Dua agama pertama mengacu pada Nabi Ishak as., putera beliau dengan Sarah, sedangkan Islam mengacu kepada Nabi Ismail as, putera dari perkawinan beliau dengan Hajar.
Kedudukan Istimewa Nabi Ibrahim
Di antara para nabi, Ibrahim mempunyai kedudukan istimewa. Dia adalah tempat brtemuanya tiga agama besar dunia, yang anehnya dalam sejarah dikenal paling sering terlibat konflik. Klaim kepemilikan terhadap Ibrahim juga menjadi bagian konflik yang berkepanjangan, khususnya antara Yahudi dan Kristen, yang kemudian dikritik secara tegas oleh Alquran sebagaimana disebut dalam Q.S. Ali ‘Imran: 65: “Hai Ahli Kitab, mengapa kamu berbantah-bantahan terhadap hal Ibrahim, padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan, melainkan sesudah Ibrahim. Apakah kamu tidak bernalar.”
Terhadap Ibrahim, Alquran memberikan penjelasan tersendiri mengenai keberagamaan yang dimilikinya, yakni pada ayat 67 surat Ali ‘Imran: “Ibrahim bukanlah seorang Yahudi, bukan pula seorang Nasrani, akan tetapi dia seorang yang Hanif dan menyerahkan diri (kepada Allah), dan sekali-kali dia bukanlah seorang yang musyrik.”
Keberagamaan Nabi Ibrahim
Sebagai tokoh yang dikenal sebagai bapak dalam beragama, yang namanya terus disebut dalam shalat, apa sajakah ketauladanan Nabi Ibrahim yang bisa diambil dan diterapkan dalam kehidupan beragama kita?
Dengan mengamati sirah (kehidupan) beliau sebagaimana digambarkan dalam Alquran, setidaknya ada tiga karakteristik keberagamaan yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim.
Pertama, beliau adalah tipikal orang yang senantiasa kritis dalam melihat fenomena penyimpangan pada masyarakatnya. Sikap ini misalnya tergambar dari pernyataan beliau terhadap praktek penyembahan berhala yang marak pada masa itu. Dalam Q.S. Asy-Syu’ara ayat 72 & 73 disebutkan: “Berkata Ibrahim, apakah berhala-berhala itu mendengar sewaktu kamu berdoa kepadanya, atau apakah ia memberikan manfaat bagimu atau membahayakanmu.”
Kedua, beliau adalah tipikal orang yang teguh dalam memegang prinsip terhadap kebenaran yang diyakininya. Demi mempertahankan prinsip, beliau tidak gentar dengan ancaman bapaknya untuk dirajam, dan bahkan beliau rela dibakar dalam api oleh kaumnya. Meski kemudian Allah menyelamatkan Ibrahim dalam peristiwa pembakaran tersebut sebagaimana diceritakan dalam Q.S. Al-Anbiya: 69 yang artinya: “Kami (Allah) berfirman, “Wahai api! Jadilah kamu dingin dan penyelamat bagi Ibrahim.”