Gagasan "Pembumian" Ekonomi Islam di Indonesia: Antara Cita dan Fakta
Problem utama yang dihadapi oleh mayoritas negara muslim, yang kebanyakan terkategori pada kelompok negera berkembang (developing countries) adalah persoalan tingkat kemiskinan yang masih cukup tinggi. Meski tidak jarang mereka dikarunia Sumber Daya Alam yang melimpah, namun kehidupan masyarakatnya seringkali tidak sebagus kekayaan alam yang tersimpan di perut bumi mereka.
Banyak pandangan yang dikemukakan terhadap persoalan kemiskinan yang masih menggelayuti kebanyakan masyarakat muslim. Di antaranya yang cukup popular, yaitu sistem ekonomi yang yang diterapkan dalam komunitas muslim adalah sistem kapitalis yang eksploitatif, yang tidak mendorong pada peningkatan penghidupan masyarakat secara luas, kecuali hanya pada segelintir orang.
Menyikapi realita semacam ini, para intelektual muslim kemudian menyerukan bagi negara-negara muslim untuk kembali kepada sistem Islam sebagai jalan keluar dari ketertinggalan umat Islam. Ungkapan popular yang sering dikemukakan, bahwa “umat Islam itu mundur karena mereka meninggalkan ajaran agamanya”; “Nilai Islam yang lengkap telah tertutup (mahjub) oleh perilaku kaum muslim sendiri yang abai terhadap nilai-nilai Islam”. Islam bukan semata ajaran agama, tetapi juga peradaban yang memiliki sistem kehidupan yang lengkap, termasuk dalam hal ini sistem ekonominya yang diyakini akan memiliki sumbangan besar bagi upaya meningkat kemakmuran secara merata di kalangan pelakunya.
Menempatkan ekonomi Islam sebagai sistem yang kiranya menjadi pilihan pengganti dari sistem kapitalis yang eksploitatif semakin mendapatkan di hati umat. Dalam beberapa tahun terakhir, kita temukan bagaimana antusiasme masyarakat kepada sistem ekonomi Islam semakin kuat, hal ini misalnya dapat ditandai dengan semakin banyaknya publikasi mengenai ekonomi Islam, jurusan-jurusan ekonomi Islam juga menjadi salah satu pilihan favorit mahasiswa yang kuliah di Perguruan Tinggi Islam.
Namun, di tengah gempitanya booming ekonomi Islam ini, bukan berarti tidak ada permasalahan yang harus dikritisi. Tulisan ini bermaksud memberikan perspektif tambahan bagi sistem ekonomi Islam sehingga ia benar-benar dapat menjadi solusi atas berbagai problem kegiatan ekonomi di masyarakat kita yang sangat eksploitatif, yang pada gilirannya dapat berperan pada upaya perbaikan kehidupan masyarakat.
Problem Ekonomi Islam
Apabila kita mengamati wacana ekonomi Islam yang berkembang, baik pada tataran teoris di ruang akademis maupun level praktis para pelaku ekonomi Islam di masyarakat, ada beberapa persoalan yang tampaknya perlu segera dibenahi.
Pertama, kurangnya wacana yang bersifat filosofis terhadap sistem ini. Filsafat ekonomi Islam penting untuk ditanamkan secara mendalam bagi para pelaku ekonomi Islam, sehingga spirit keislamannya jelas muncul. Sistem ekonomi Islam pada prinsipnya bersifat terbuka sejauh asas-asas prinsipil dapat diterapkan. Di antara asas mendasar tersebut, yakni asas keadilan, asas keseimbangan, asas kepemilikan yang relatif. Asas-asas inilah yang kiranya harus menjadi pegangan sekaligus alat evaluator dalam menerapkan ekonomi Islam. Dengan berbekal asas ini, kita dapat kemudian mengatakan bahwa suatu kegiatan ekonomi itu tidak Islam, meski dalam prakteknya banyak menggunakan istilah-istilah yang berbahasa Arab.
Kedua, sifatnya yang masih elitis. Harus kita akui bahwa sementara ini perbincangan sekitar ekonomi Islam baru sebatas pada kalangan terbatas. Sedangkan sebagian besar umat Islam, terlebih yang tinggal dipelosok desa masih asing dengan sistem ini. Apalagi pemahaman yang umum tentang Islam pada masyarakat masih masih terbatas pada Islam yang ritualistik terkait dengan ibadah dalam maknanya yang sempit. Sehingga seringkali kita temukan ketimpangan yang luar biasa, bahwa ada orang yang saleh secara ritual, namun dalam kesehariannya hidup pada model kegiatan ekonomi yang sangat eksploitatif, yang notabene bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri.
Ketiga, orientasi yang sempit. Sementara ini wacana tentang ekonomi Islam masih sebatas pada persoalan keuangan semisal perbankan syariah. Berkembangnya ekonomi Islam pada sektor ini bisa dimengerti, karena memang lahan ini sangat menggiurkan bagi para pelaku ekonomi. Namun, membatasi ekonomi Islam hanya pada persoalan perbankan semata jelas akan mereduksi makna dari ekonomi Islam itu sendiri, yang sejatinya jauh lebih luas cakupannya, yang meliputi semua kegiatan ekonomi mulai sektor hulu (perbankan) sampai dengan sektor hilir (transaksi bisnis).