Hari itu usai sholat Dhuhur, aula Bintaraloka sudah dipenuhi siswa kelas sembilan. Ya, Kamis minggu kedua adalah pelaksanaan kegiatan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dengan tema Membangun Seniman Muda Topeng Malangan.
Agenda utama projek ini adalah mengajak siswa membuat cindera mata berbentuk topeng Malangan, sebuah karya seni kebanggaan Malang.
Sebelum praktek dilakukan di hari -hari berikutnya siswa diajak untuk memahami lebih jauh tentang sejarah dan filosofi topeng Malangan dengan mengundang seorang seniman sekaligus pecinta seni topeng Malangan yaitu Bapak Gatot Kasujono.
Tentang Topeng Malangan
Keberadaan topeng Malangan ternyata setua kota Malang. Mengapa? Topeng ini sudah ada sejak zaman kerajaan Kanjuruhan yang merupakan cikal bakal berdirinya Kota Malang. Diceritakan bahwa Raja Gajayana, raja kerajaan Kanjuruhan adalah seorang seniman tari topeng.
Pada masa itu topeng berfungsi sebagai sarana ritual yang dipakai sebagai sarana untuk memanggil arwah nenek moyang atau memuja dewa.Â
Kesenian topeng terus berkembang dan mencapai puncaknya pada masa kerajaan Majapahit. Prabu Hayam Wuruk adalah seniman penari topeng.
Di Malang kesenian topeng ini diangkat kembali pada tahun 1890 oleh Bupati Malang, Raden Sjarip. Pada saat itu topeng Malangan sudah menyebar di berbagai daerah dan mulai berkembang. Hingga tahun 1990 an, terdapat sekitar 33 grup topeng Malangan di daerah Malang raya.
Semakin lama topeng tidak lagi dipakai untuk acara religius, tapi lebih sebagai acara seni dan budaya. Dalam perkembangannya topeng Malangan semakin sering ditampilkan dalam acara tertentu, misalnya pernikahan, selamatan, atau acara resmi menyambut tamu penting.