Tapi ternyata tidak hanya kalkulator. Untuk soal essay yang menggunakan HP, Â saya mendapatkan jawaban yang hampir sama baik teknik pengerjaan maupun bahasanya dari sebagian besar siswa. Aha, rupanya mereka bertanya pada 'sesuatu' pikir saya.
 Akhirnya saya banting stir, dalam pembelajaran, untuk ulangan sumatif ataupun formatif saya selalu menggunakan kertas, untuk tugas di rumah atau latihan soal saya gunakan gawai.
Meski tampak jadul, penggunaan kertas untuk ujian lebih menguntungkan bagi saya, Â karena hasilnya lebih valid dan saya bisa lebih memahami alur berpikir siswa atau kesalahan apa yang sering mereka lakukan dalam menyelesaikan soal matematika.
Bagaimana hasilnya? Nilai tugas semakin bagus, tapi nilai ulangan tidak sebagus nilai tugas.Â
Selalu saya tekankan pada anak-anak bahwa sah saja kita menggunakan AI ataupun aplikasi penjawab soal dalam mengerjakan tugas, tapi gunakan itu sebagai konfirmasi ketika kita sudah punya jawaban, jadi jangan begitu ada soal, buka AI atau aplikasi, lalu salin.
AI ibarat pedang bermata dua. Kita akan semakin pintar jika bisa menggunakannya, dan sebaliknya kita akan semakin bodoh jika tidak pandai menggunakannya.
Bagaimana dengan ujian semesteran yang akan berlangsung? Merebaknya penggunaan AI adalah tantangan sendiri bagi sekolah untuk mendapatkan hasil assesmen yang valid.
Untuk menghadapi hal tersebut ada beberapa kemungkinan yang bisa dilakukan sekolah, yaitu:
1. Mengganti format ujian dari ujian mengerjakan soal dengan portofolio atau mengerjakan projek.