Akhir-akhir ini di sekolah-sekolah sering digaungkan program Sekolah Sadar Kependudukan (SSK). Mengapa harus ada SSK dan bagaimana penerapan SSK dalam pembelajaran? Berikut adalah sedikit pengalaman saya bagaimana penerapan SSK dalam pembelajaran matematika.Â
***
Berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh BPS (Badan Pusat Statistik) Indonesia akan mengalami bonus demografi pada kurun sejak tahun 2012 hingga tahun 2035, dan diperkirakan memasuki masa bonus demografi dengan periode puncak antara tahun 2020-2030.
Diperkirakan pada kurun waktu tersebut kondisi masyarakat Indonesia akan didominasi oleh usia produktif (usia 15-64 tahun) dibandingkan usia non produktif.
Dari hasil sensus penduduk tahun 2020 di atas tampak bahwa bonus demografi telah sudah terjadi di Indonesia, terbukti dengan jumlah prosentase usia produktif (70,72%) yang jauh melebihi usia non produktif.
Jika dikelola dengan baik, banyaknya angka usia produktif sebuah negara akan mengalami keuntungan ekonomi. Ya, saat jumlah usia produktif demikian banyak, tenaga kerja akan melimpah, angka ketergantungan menurun sehingga pendapatan bruto akan meningkat.Â
Sebaliknya jika tidak dikelola dengan baik banyaknya usia produktif bisa menjadi bencana karena melimpahnya angka pengangguran yang berakibat pada timbulnya berbagai masalah sosial yang lain.
Menghadapi masalah ini diperlukan peran sekolah untuk menanamkan kesadaran akan kependudukan pada siswa, agar bonus demografi bisa memberikan manfaat yang nyata.Â
Sekolah sebagai agen perubahan diharapkan berkontribusi dalam mengatasi berbagai isu kependudukan dan membentuk generasi berencana yang sanggup menghadapi tantangan zaman.Â
Untuk itu, melalui kerja sama BKKBN, sekolah, dan instansi yang terkait, dilaksanakan penyelenggaraan SSK (Sekolah Sadar Kependudukan).Â
SSK adalah sekolah yang mengintegrasikan pendidikan kependudukan dan keluarga berencana ke dalam beberapa mata pelajaran, pembiasaan atau juga penyelenggaraan pojok kependudukan.
Integrasi dalam pembelajaran bisa dilakukan lewat RPP yang dibuat, sehingga diupayakan pembelajaran di dalam kelas bisa memuat isu-isu kependudukan.Â
Ada banyak isu kependudukan yang bisa diangkat dalam pelaksanaan SSK misalnya tentang ledakan jumlah penduduk, masalah penduduk usia tua, meningkatnya usia produktif dan remaja, juga masalah urbanisasi dan pengembangan perkotaan.
Tentu saja integrasi masalah kependudukan dalam pembelajaran bisa dilakukan pada materi yang sesuai.
Seperti halnya dalam matematika, saya coba mengaitkan masalah kependudukan ini dengan materi bilangan berpangkat, khususnya dalam penulisan notasi ilmiah.
Pelaksanaan pembelajaran di kelas dilakukan dengan tugas kelompok, dan tahapannya adalah sebagai berikut:
1. Siswa diminta browsing tentang lima negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, menuliskan nama negara dan luasnya, dan dinyatakan dalam notasi ilmiah.
2. Menentukan kepadatan penduduk dengan menggunakan rumus kepadatan penduduk. Kepadatan penduduk adalah hasil pembagian jumlah penduduk dan luas wilayah.
3. Menentukan (browsing) pertumbuhan penduduk setiap tahun dari masing-masing negara dan mencatatnya.
4. Memprediksi jumlah penduduk utamanya di Indonesia dalam kurun waktu sepuluh tahun mendatang dengan menggunakan rumus yang sudah ditentukan.
Lalu apa tagihan tugas untuk siswa? Berkaitan dengan pembelajaran berdiferensiasi, siswa diminta mengumpulkan tugas dalam berbagai bentuk, bisa artikel, power point, poster digital, podcast atau video.
Ya, pembelajaran berdiferensiasi memberikan wadah bagi siswa untuk belajar sesuai gaya masing-masing. Dan yang digunakan di sini adalah pembelajaran berdiferensiasi produk, di mana siswa boleh memilih salah satu bentuk laporan tugasnya.
Selain belajar menuliskan notasi ilmiah dan melakukan operasi hitung bilangan dalam bentuk notasi ilmiah, ada beberapa catatan menarik yang saya dapatkan dalam pembelajaran kali ini. Di antaranya adalah:
1. Kreativitas siswa yang luar biasa.Â
Siswa belajar menggunakan gadget untuk hal hal yang bermanfaat. Laporan yang dikumpulkan ada dalam berbagai bentuk sesuai yang diminta. Ada yang berupa artikel, power point (paling banyak) , poster, video maupun podcast, dan semua bagus.
Yang lucu, podcast yang dikumpulkan ada yang berupa dialog dalam bahasa Malangan.
Ketika saya tanya," Kok bahasa Jawa?"
"Kan, tidak ada ketentuannya Bu..," kata siswa. Ya benar juga sih..he..he.. . Berarti lain kali harus saya tegaskan bahwa podcast harus dalam Bahasa Indonesia.
2. Siswa masih perlu bimbingan dalam mencari informasi dengan benar di internet. Ada yang mencari informasi cukup mengambil dari kalimat judul saja, tidak dibaca secara teliti.
Di akhir pembelajaran siswa diminta untuk presentasi dan memberikan pendapat ataupun komitmen tentang apa yang harus mereka lakukan sehubungan dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat dan persaingan di berbagai bidang yang pasti akan lebih ketat.
Ternyata banyak jawaban yang muncul dari siswa, di antaranya adalah:
1. Saya akan selalu meningkatkan potensi diri supaya bisa bersaing dalam dunia kerja
2. Saya harus pandai mengolah informasi, bisa memilih informasi yang baik dan tidak baik sehingga tidak terjerumus dalam pergaulan yang tidak sehat yang bisa merugikan diri sendiri.
3. Bahkan ada juga yang berkomitmen untuk tidak menikah di usia yang terlalu muda agar bisa membina keluarga yang lebih baik jasmani maupun rohani.
Aha, komitmen yang sangat menarik. Melalui pembelajaran matematika ternyata kita bisa mengajak siswa untuk lebih peduli terhadap berbagai masalah kependudukan yang ada di sekitar mereka.
Salam matematika:)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H