Dua hari ini mendung menggayut kota Malang. Â Sinar matahari tidak begitu cerah. Beberapa daerah dihiasi gerimis kecil. Alam seolah mewakili suasana hati kami yang sedang berduka.
Malang benar-benar berduka. Begitu banyak korban yang jatuh di Stadion Kanjuruhan gara-gara menonton sepak bola. Postingan teman-teman di grup wa banyak bercerita tentang korban di Stadion Kanjuruhan. Â Banyak video amatir beredar berisi barisan ambulan yang membawa jenazah korban.
Kejadian yang sungguh tak pernah diduga. Â Sepak bola yang biasanya menjadi hal yang menyenangkan, Â hari ini ternyata menyisakan cerita yang memilukan. Â Korban tragedi Kanjuruhan begitu banyak. Â Hampir dua ratus nyawa melayang gara- gara sepak bola.Â
Sabtu malam menjelang tragedi saya bersepeda bersama anak saya. Â Tak seperti biasanya suasana jalan tak begitu ramai, Â padahal sekitar Jalan Kawi dan Ijen biasanya lumayan ramai.
"Kok agak sepi ya, Le? " tanya saya heran.
"Arema main, Â Buk.., pada berangkat ke Kanjuruhan, " jawabnya.
"Ooh...,"Saya langsung maklum.
Di sekitar tempat tinggal saya setiap ada pertandingan Arema suasana selalu menjadi agak sepi.Â
Banyak yang berbondong-bondong ke Kanjuruhan, Â terutama anak -anak muda. Â Mereka selalu datang ke stadion dengan penuh cinta. Ya, Â cinta pada club sepak bola kebanggaan kota Malang .
Para orang tua selalu memberikan izinnya, karena menonton bola adalah kesenangan bersama.
Sampai malam hari kami tidak mendengar berita apa- apa tentang pertandingan tersebut. Namun begitu terkejutnya kami ketika Minggu pagi di grup RT maupun grup sekolah sudah ramai dengan berita dan foto-foto peristiwa Kanjuruhan. Rupaya terjadi kerusuhan semalam.