Mbak Menik menjalankan Varionya dengan santai. Vario lawas yang setia.
Wajahnya begitu cerah. Tidak ada yang seindah Minggu pagi memang. Minggu pagi selalu membuatnya agak bernafas lega. Ya, tidak tergesa-gesa seperti biasanya karena anak sekolah libur, termasuk Nanang putera semata wayangnya yang tiap hari masuk jam setengah tujuh .
"Belanja Mbak? " tanya Bu Pri di tepi jalan. Sepagi itu Bu Pri sudah pulang dari pasar sambil membawa tas kresek isi belanjaan.
"Inggih Bu, monggo, " jawab Mbak Menik ramah.
Pasar, itu tujuan utama Mbak Menik. Meski tidak terlalu jauh dari rumah ia lebih suka naik motor. Ya, kadang-kadang dari pasar ia juga ingin sedikit berkeliling mencari hawa segar.
Uang lima puluh ribu tersimpan rapi di dompet. Uang terakhir dari Mas Marno dua hari yang lalu.
Dua hari yang lalu Mas Marno dapat order memasang keramik di rumah tetangga. Alhamdulillah sehari diberi 200.000 . Walah, rezeki itu.. Biasanya juga 125.000-150.000.
Sebagai suami yang baik Mas Marno memberikan semua uangnya pada sang istri tercinta. Yang penting rokok, jangan sampai telat he.. he...
Ini hari ketiga, berarti sudah pantas kalau uangnya tinggal 50.000. Rencananya Mbak Menik mau memasak sop, tempe, tahu dan telor dadar. Sisanya buat uang saku  Nanang besok pagi.
Perkara belanja besok, gampanglah. Pasti ada rezeki, bisik hatinya yakin.
Sebelum belanja Mbak Menik bertekad melakukan survey pasar dulu pagi ini. Bukankah kemarin Pak Presiden sudah resmi mengumumkan kenaikan harga BBM? Apakah ada akibatnya?
Wah, pasti harga-harga naik semua. Efek domino kata orang orang pinter. Kenaikan BBM pasti membuat yang lain pada naik.
"Di sini Mbak.., " kata Mas Pardi tukang parkir pasar sambil menunjuk tempat yang kosong. Bergegas Mbak Menik memarkir sepedanya.
"Jangan dikunci setir ya, " kata Mas Pardi lagi.
"Inggih Mas, " kata Mbak Menik sambil mengangguk dan tersenyum, lalu bergegas masuk pasar.