wajib menonton film di gedung bioskop.  Ada tiga film yang pernah diwajibkan untuk  ditonton siswa  baik siswa SD, SMP maupun SMA saat itu. Film-film tersebut adalah Janur Kuning,  Serangan Fajar dan Pengkhianatan G30S PKI.Â
Semasa sekolah saya pernah mengalamiSebagai siswa kami tidak begitu paham bahwa film- film yang diwajibkan untuk ditonton itu selalu sarat dengan propaganda dari penguasa. Yang kami tahu adalah kami bisa bebas dari pelajaran dan gembira beramai-ramai pergi ke bioskop. Oleh orang tua diberi 'sangu' pula. He..he..kapan lagi bisa bersenang senang bersama seperti ini, Â pikir kami.
Berikut adalah sedikit cerita ketika saya menonton tentang film-film wajib tersebut.Â
1. Janur Kuning
Film ini berkisah tentang perjuangan dalam merebut kembali kemerdekaan dari pasukan sekutu.
 Latar belakang yang diambil adalah di sekitar peristiwa Enam Jam di Yogya. Tokoh-tokoh yang muncul dalam film ini adalah Soeharto, Jenderal Sudirman, dan Amir Murtono.
Janur kuning adalah lambang yang dikenakan para pejuang di lengan sebagai tanda perjuangan kemerdekaan tersebut.
Saya masih duduk di SD saat menonton film ini. Dengan digiring bapak dan ibu guru, Â kami berjalan kaki menuju gedung bioskop yang berlokasi dekat Alun-Alun Merdeka Malang.Â
Kualitas audio gedung bioskop yang tidak begitu bagus juga penonton yang berisik membuat dialog film tidak terdengar jelas. Bayangkan, satu gedung diisi anak dari berbagai SD yang tentunya tidak bisa diam.Â
Kami tidak mengerti benar isi film tersebut . Yang kami tahu saat itu adalah ada perang antara pejuang Indonesia dengan tentara Belanda. Saat melihat tentara Belanda  tertembak atau jatuh dari tank kami riuh bertepuk tangan bersama sambil berteriak..,  "Horeee...! "
2. Serangan Fajar
Film ini bercerita tentang perang kemerdekaan yang terjadi di  Yogyakarta. Dalam peristiwa bersejarah ini diperlihatkan peran  ribuan pemuda dan rakyat Yogyakarta, juga para pemimpin  seperti Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Soeharto dalam pertempuran untuk merebut kembali kemerdekaan.
Karena saat itu gedung bioskopnya bagus, Â audionya juga bagus, Â kami bisa memahami jalan ceritanya.
Adegan yang mengharukan  adalah saat Temon tokoh anak kecil dalam film itu berteriak mencari bapaknya yang gugur dalam pertempuran.
"Pak e.....! " teriak Temon di tepi rel kereta api. Beberapa di antara kami sampai meneteskan air mata.
3. Â Pengkhianatan G 30 S PKI
Terus terang saya sangat antusias ingin menonton film ini. Rasa ingin tahu tentang sejarah yang berkaitan dengan PKI berawal dari pengalaman saya beberapa tahun sebelumnya.
Saat masih kecil , saya sedang bermain dengan teman-teman di kampung. Di akhir permainan tiba-tiba ada teman yang bertengkar dan saling mengolok-olok. Satu teman saya mengolok teman lain dengan berkata., "Dasar anak PKI..! "
Teman saya yang diolok-olok ini langsung diam dan segera pulang dengan wajah merah menahan tangis.
Saya langsung pulang dan bertanya pada bapak saat itu. Â "Pak, PKI itu apa? "tanya saya ingin tahu.
Bapak memandang saya terkejut, lalu dengan berbisik beliau berkata, "Sst, Â diam, Â tidak boleh tanya tentang itu.., "
Melihat wajah bapak yang begitu serius sayapun diam dan menyimpan rasa ingin tahu saya rapat-rapat.
Sejak itu sejarah yang berkaitan dengan  PKI selalu menimbulkan rasa ingin tahu dalam diri saya. Nah,  pikir saya lewat film inilah saya bisa tahu lebih banyak tentang PKI  dan sejarah bangsa di sekitar tahun 1965.
Tapi ternyata film yang saya harapkan banyak memberikan gambaran sejarah ini sangat menegangkan (atau menakutkan?)  menurut saya.  Film yang  menggambarkan penculikan tujuh jenderal Pahlawan Revolusi ini sudah sangat menegangkan sejak awal.
Latar musik yang menyeramkan dan adegan penculikan jenderal yang dibuat slow motion , sungguh membuat saya merasa takut. Alih-alih memahami ceritanya, Â saya dan beberapa teman menutup telinga di hampir sebagian besar adegan film.Â
 Dua tiga hari sesudah menonton film itu saya selalu dicekam ketakutan saat malam hari.  Apalagi jika malam-malam ada yang mengetuk pintu.  Jangan-jangan.. .,
Ah, Â dasar penakut
Tahun berikutnya kewajiban menonton film Pengkhianatan G30SPKI tetap diberlakukan pada siswa di sekolah saya setiap tanggal 30 September malam, tapi lewat televisi. Â Dan jujur saya tidak pernah menonton. Â Mendengar suara musiknya saja saya sudah merasa tidak nyaman dan TV langsung saya matikan.Â
Untunglah sejak tahun 1998 tidak ada kewajiban menonton film ini lagi tiap akhir September. Paling tidak anak- anak saya tidak mengalami kengerian seperti yang saya rasakan.
Bukannya ingin melupakan sejarah. Namun jika ingin mengajak siswa untuk mengenang kembali peristiwa sekitar 30 September  mungkin film perlu dikemas sedemikian rupa sehingga  lebih menggambarkan situasi di masyarakat yang terjadi saat itu, tidak didominasi oleh suasana dan dialog yang tegang serta kejadian berdarah yang membuat penonton merasa ngeri. Â
Salam..:)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H