Belajar sejarah adalah sesuatu yang sangat mengasyikkan. Sejarah bukan sekedar menghafal tahun atau peristiwa. Tapi sejarah mengajar kita untuk selalu mengambil pelajaran dari masa lalu untuk perbaikan di masa datang.
Sejarah juga mengajarkan pada kita bahwa kemerdekaan yang kita peroleh saat ini melalui sebuah perjalanan panjang yang benar benar tidak mudah. Karena itu sudah sepatutnya kita menghargai perjuangan para pendahulu kita.
Karena saya tidak punya latar belakang pendidikan sejarah, saya lebih banyak belajar sejarah lewat novel atau roman sejarah karena penyajiannya terasa lebih luwes dan mudah dicerna. Meski sebagian dibumbui imajinasi pengarang.
Beberapa buku koleksi novel sejarah saya bisa berupa buku tunggal, tetralogi atau pentalogi. Dulu tiap ada novel sejarah terbit saya selalu mencari ke toko buku sepulang sekolah. Tapi sejak pandemi ini tidak lagi. Anak-anak biasanya memesankan lewat online.
Dari sekian novel sejarah yang pernah saya baca ada satu novel yang sangat berkesan, yaitu tetralogi Pulau Buru yang ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer.
Buku yang sempat dilarang beredar di masa orde baru ini benar-benar membuka wawasan saya tentang sosok RM Tirto Adhi Soerjo.
RM Tirto Adhi Soerjo sekilas pernah disebutkan dalam pelajaran Sejarah Nasional Indonesia khususnya tentang Sejarah Kebangkitan Nasional.
Dalam buku pelajaran sejarah sekilas disebutkan bahwa beliau berkiprah dalam mendirikan Sarekat Prijaji dan Sarekat Dagang Islam. Hanya sekilas, karena dalam buku tidak ada bahasan lebih lanjut tentang RM Tirto Adi Soerjo.
Siapakah RM Tirto Adhi Soerjo sebenarnya, baru saya dapatkan gambarannya di buku tetralogi ini.
Siapakah Tirto Adhi Soerjo?