Siapakah sesungguhnya Lukman Al-Hakim itu? Lukman yang namanya diabadikan dalam Al Qur an adalah seorang ahli hikmah yang hidup di masa nabi Dawud. Â Lukman selalu mengajar anaknya dengan nasehat atau menunjukkan peristiwa langsung dan mengambil hikmah dari peristiwa itu.Â
Dikisahkan pada suatu hari Lukman mengajak anaknya berjalan-jalan dengan membawa seekor keledai. Sebelum melakukan perjalanan Lukman berpesan pada anaknya supaya mendengar dan mencatat dalam hati apa yang dikatakan orang-orang tentang mereka. Lukman juga meminta anaknya naik keledai sementara ia berjalan di sebelahnya. Mula-mula anaknya protes, tapi Lukman memintanya untuk menurut perintahnya.
Perjalananpun dimulai. Â Di sepanjang jalan beberapa orang yang melihat hal itu berkomentar tak senang. "Lihat, Â sungguh anak yang tak tahu adab, Â masa ayahnya dibiarkan berjalan sementara dia enak-enakan di atas punggung keledai? Oh, betapa malangnya orang tua itu.."
Lukman lalu meminta anaknya turun, ganti dia yang naik punggung keledai. Mereka kembali meneruskan perjalanan dengan Lukman di atas keledai dan anaknya berjalan di sampingnya. Â Apa kata orang-orang? Â "Lihat, Â sungguh orang tua yang tak tahu malu. Betapa tega membiarkan anaknya berjalan sementara di sendiri duduk enak-enakan di atas keledai!"
Lukman kemudian menyuruh anaknya turun. Â Kini mereka berdua berjalan di samping keledai yang dituntun. Orang-orangpun tertawa melihat kelakuan keduanya. "Lihat, Â bodoh sekali orang-orang itu. Â Masa ada kendaraan tidak dinaiki? "
Lukman kini mengajak anaknya menaiki keledai. Â Berdua mereka duduk di punggung keledai berkeliling kampung. Keledai berjalan pelan karena beban yang begitu berat. Komentar muncul lagi, Â "Dasar orang orang tidak punya rasa kasihan, Â keledai satu dinaiki berdua, Â bisa mati binatang itu.., "
Lukman tersenyum dan berkata pada anaknya, "Lihatlah anakku, Â apapun yang kamu lakukan kamu tidak akan bisa memuaskan hati semua orang."Â
Dalam konteks hubungan bertetangga kiranya kita bisa mengambil pelajaran dari kisah Lukman dan anaknya ini. Betapa apapun yang kita lakukan selalu ada sisi negatif yang bisa dijadikan bahan pembicaraan oleh tetangga, terutama yang usil.
Dalam kehidupan, mempunyai tetangga yang baik adalah karunia yang begitu besar. Â Seperti contohnya di kampung saya. Hubungan dengan tetangga terjalin demikian akrab. Saat ada tetangga yang tertimpa masalah sebisa mungkin yang lain akan memberikan bantuan. Misal ada warga yang anggota keluarganya meninggal, tanpa diminta para tetangga segera menata tempat takziah, Â menyiapkan tempat memandikan jenazah, memasang tenda, Â juga menyiapkan dapur untuk persiapan selamatan dan tahlil. Menurut adat dikampung kami, tidak boleh ada aktivitas masak-memasak di tempat orang yang tertimpa kesusahan. Jadi semua kebutuhan makan yang kesusahan selama sehari ditanggung oleh para tetangga.Â
Menghadapi hari-hari istimewapun kami biasa saling mengantar makanan. Â Megengan, Â maleman, Â selametan natalan, syukuran anak naik kelas bahkan syukuran ulang tahun. Â Budaya saling mengantar makanan ini sungguh mempererat silaturahmi di antara kami.