Siang itu saya mengajarkan Aljabar di kelas 8. Materinya pemfaktoran bentuk Aljabar. Seperti tulisan saya sebelumnya Aljabar adalah salah satu sub dalam matematika yang kurang digemari.Â
Dalam Aljabar anak-anak diajak berpikir abstrak, di sana ada kolaborasi angka dan huruf yang menyenangkan untuk beberapa siswa tapi "menyebalkan" untuk siswa yang lain.
Begitu tidak sukanya dengan Aljabar sampai ada kutipan kata yang berbunyi, "Matematika jadi menjengkelkan sejak huruf-huruf ikut berkolaborasi di dalamnya."
Sebenarnya yang membuat Aljabar terasa sulit adalah karena anak yang terbiasa berpikir konkrit sudah mulai harus belajar berpikir abstrak. Untuk menuju ke situ memang memerlukan proses yang memerlukan kesabaran.
Setelah selama hampir satu jam siswa saya ajak berselancar di dunia Aljabar, waktu pun habis. Seperti biasa di akhir pembelajaran buku tugas siswa dikumpulkan dan saya bawa ke ruang guru untuk dikoreksi.
Seorang siswa sebutlah namanya Ahmad selalu setia membawakan buku-buku saya. Mungkin ia merasa cocok saat berdiskusi atau kadang menanyakan hal di luar matematika pada saya. Ahmad segera mengambil tumpukan buku di atas meja.
"Saya bantu ya, Bu," katanya ramah.
"Terima kasih Ahmad," jawab saya senang.
Dalam perjalanan ke ruang guru Ahmad bertanya pada saya, "Bu, kenapa sih kita harus belajar matematika?"
Saya sedikit terperangah., "Kenapa Ahmad bertanya seperti itu?"
"Ya, seperti hari ini, angka-angka dan huruf tadi yang dipelajari kan dalam kehidupan sehari-hari tidak ada gunanya?", jawabnya polos.
Deg...Saya langsung ingat, mungkin karena hari ini saya terlalu bersemangat sebelum pembelajaran dan belum memberikan motivasi, jadi langsung tembak ke materi inti. Motivasi adalah penjelasan tentang perlunya mempelajari sebuah materi dan penerapannya dalam kehidupan.Â