Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menjadi Pemalas Itu Ternyata Sangat Membosankan

10 Februari 2021   15:41 Diperbarui: 10 Februari 2021   16:06 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: islamidia.com


Di awal-awal School From Home bulan Maret 2020 yang lalu ada berbagai reaksi yang muncul di antara para pelajar.  Ada yang sedih  karena tidak bisa bertemu dengan teman atau  belajar secara langsung,  ada yang cuek karena tidak ada bedanya antara  belajar di rumah ataupun di sekolah, ada pula yang gembira seolah menemukan kebebasannya. Bagaimana tidak,  dengan SFH mereka bisa bangun agak siang,  tidak perlu ribut berebutan angkot di pagi hari atau takut terlambat datang sehingga kena tatib, dan banyak lagi alasan lainnya.

 Anak saya termasuk pelajar yang nomor 3.  SFH benar-benar menjadi ajang dimana dia menemukan kebebasannya ( baca:bermalas-malasan). Bisa dibayangkan,  habis sholat subuh tidur lagi sampai menjelang masuk kelas jam 08.00. Kalau ada zoom berarti siap di depan laptop,  jika tidak ada maka mengerjakan tugas-tugas dengan batas pengumpulan sampai malam (biasanya pukul 22.00). Biasanya tugas dalam waktu 1-2 jam selesai.  Sesudah itu bisa mendengarkan lagu,  sesekali makan,  mengerjakan lagi,  tidur sebentar, mengerjakan lagi diselingi makan cemilan sampai malam.  Kegiatan ke langgar atau masjid praktis berhenti untuk sementara waktu.

Berada di depan gadget terus menerus   akhirnya menimbulkan kesenangannya yang  baru yaitu  menonton film. Entah drama atau apa yang jelas kadang sampai malam hari. Sebagai ibu saya sudah mengingatkan berkali-kali, kontrol tetap saya lakukan,  tapi begitulah kadang masih sembunyi-sembunyi melihat film. Kelihatannya bersambung pula. Duuh,  mengawasi anak usia SMA memang gampang-gampang susah. 

Kegiatan semacam itu berlangsung terus-menerus sampai lebih dari satu semester.  Jadwal kegiatan  sehari-hari adalah mandi, makan,  belajar,  nonton film, tidur,  repeat. Sesekali juga bersih-bersih rumah, tapi porsinya kecil sekali.  Tidak akan bershi- bersih jika tidak disuruh.

Sampai menginjak akhir Januari  masuklah ia ke pekan ujian praktik. Oh,  ya anak saya ini kelas 12 SMA.  Tugas ujian praktik biasanya dikumpulkan dalam bentuk video.  Ada tugas melakukan sholat jenazah (agama), membuat tape singkong (kewirausahaan) ,  membuat vlog yang menceritakan kegiatan sehari-hari dan kegiatan positif selama pandemi (Bahasa Indonesia) dan banyak lagi. 

Anak saya mulai sibuk. Beberapa kali ia ke rumah temannya untuk membuat video bersama. Satu demi satu tugas agama,  kewirausahaan dan yang lain sudah dikumpulkan, tinggal membuat vlog untuk Bahasa Indonesia. 

Saya mengatakan tugas ini benar-benar bermakna.  Mengapa?  Saat membuat konsep untuk vlog tiba-tiba anak saya mendekati saya dengan wajah serius.

"Ada apa, Le? " tanya saya.  Biasanya kalau dia mendekat seperti ini ada sesuatu yang diperlukan.  Ia diam beberapa saat.

"Buk,  setelah kupikir-pikir,  kegiatanku selama ini kok cuma makan,  tidur, sinau, makan,  tidur,  sinau ya? "katanya serius.

"Lho...  Kadang kan juga bantu -bantu? " goda saya. Padahal dia agak sulit jika diminta membantu bersih-bersih. Sebenarnya berkali-kali saya ingatkan untuk lebih peduli pada kegiatan di rumah,  tapi lebih sering diabaikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun