Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Wangsit

1 Februari 2021   11:49 Diperbarui: 1 Februari 2021   12:10 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : Tribun Banyumas-Tribunnews.com

"Mbuh..!! " Surti langsung menggendong Buyung yang menangis keras karena keributan orang tuanya.  Dengan air mata yang meleleh semakin deras dibantingnya pintu kamar lalu tidur sambil menyusui Buyung.

***

Poskamling sudah mulai sepi, Hamid masih duduk di situ dengan berselimut sarung.  Seseorang mendekatinya dan Hamid memandangnya lega.  Jam menunjukkan pukul 23.05.

"Bagaimana?  Jadi, So? " tanya Hamid.

"Ya jadi,  sejam lagi ," kata Wagiso singkat.  Hamid dan Wagiso bersahabat akrab.  Hamid sering menceritakan masalahnya pada Wagiso dan Wagiso selalu berusaha mencarikan pemecahannya.  Tapi di masalah hutang ini Wagiso agak sulit mencarikan jalan keluar karena kondisi perekonomiannya kurang lebih sama. 

Atas saran dari Meheng, orang 'pinter' di kampung mereka,  keduanya disuruh tirakat barang semalam di rumah kosong yang terletak di pojok kampung. Rumah itu terkenal sebagai tempat tirakat bagi penjudi togel yang ingin mendapat wangsit.  Mula mula Hamid tidak percaya,  tapi Wagiso pandai meyakinkannya. 

Kata Wagiso,  beberapa orang yang tirakat di situ akhirnya mendapat wangsit  nomor yang sip, dan sesudah dipasang saat membeli togel , nomor itu tembus.  Uang langsung melimpah dan masalah hutang  kelar semua.

 Hmmm sebuah cerita yang menarik.  Lama-lama Hamid ingin mencoba.  Siapa tahu ini adalah jalan keluar dari masalahnya selama ini.  Sudah terbayang dalam benaknya Surti yang tersenyum karena tidak punya hutang ,dan Buyung yang tidak sakit sakitan lagi karena makannya selalu terjamin.

Jika masalahnya beres,  Hamid berjanji tidak akan main togel lagi... Ini yang terakhir,  pikirnya.  Akhirnya Hamid bertekad bulat malam ini ia akan tirakat di rumah kosong itu. Takut?  Ya pasti ada perasaan itu. Tapi memperjuangkan sesuatu yang besar tantangannya juga pasti besar, bisik hatinya.  Lagipula kan ada Wagiso yang setia menemaninya.

Saat berangkat tadi Hamid sudah siap dengan dua jaket tebal,  sedangkan Wagiso membawa tikar kecil untuk mereka berdua. Akhir-akhir ini hawanya dingin,  kadang disertai hujan pula. 

Pas tengah malam mereka berdua mengendap-endap masuk rumah kosong itu.  Bau rumah yang pengap,  dan suasana yang gelap, sungguh membuat bulu kuduk mereka meremang. Ditimpa cahaya purnama aura rumah itu terasa begitu mistis.  Keduanya segera mengambil tempat di pojok ruangan,  tikar digelar,  kemudian duduk.  Wagiso dan Hamid lalu mengeluarkan kertas kecil berisi mantra-mantra yang didapat dari Meheng.  Berdua mereka komat kamit dengan mata setengah terpejam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun