Namanya Mbak Sur. Â Tiap pagi dengan teriakannya yang penuh semangat ia membangunkan kami yang masih lelap dalam tidur.Â
"Bothok, Â pepes, Â urap-urap,...!"
Kadang senang, kadang terasa bising juga saat mbak Sur mulai menjajakan dagangannya. Â Senang jika hari itu ada rencana untuk tidak memasak, Mbak Sur selalu datang dengan berbagai macam masakan di keranjangnya.
Bising karena Mbak Sur selalu datang pas kami masih ngantuk-ngantuknya. Â Bukankah tidur setelah sholat subuh sangat nikmat? Â Meski saya selaku mengingatkan anak-anak bahwa tidur pada jam-jam itu tidak elok.Â
Dimasa pandemi ini kiprah mbak Sur untuk menghidupkan roda ekonomi keluarganya sangat tampak. Sementara banyak sektor pekerjaan yang lain mengeluh sepi, termasuk suaminya yang bekerja serabutan, bisnis Mbak Sur justru makin berkibar.
Mbak Sur mempunyai perawakan kecil, berambut pendek dan gesit. Â Bagaiman tidak gesit, Â diusianya yang kepala enam, Â masih sanggup membawa keranjang besar berisi berbagai jenis masakan untuk dijajakan.Â
Kadang yang dijajakan adalah masakannya sendiri, Â kadang masakan orang lain. Tentu saja masakan Mbak Sur sendiri jauh lebih lezat karena kami adalah penggemar berat masakannya. Â Mulai dari sambel pecel khas Ngawinya yang pedas dan sedap, Â oseng pare yang pahit tapi membuat ketagihan, Â lodeh, Â sayur manisa dan soto.
 Untuk yang jenis yang terakhir jangan ditanya lagi kelezatannya.  Kuah soto yang dilengkapi dengan ceker ayam,  sohun,  tauge,  seledri,  daging ayam suwir,  telor rebus,brambang goreng dan tak lupa kentang goreng yang gurih dan renyah.  Masih ditambah lagi dengan kehadiran sambal dan jeruk nipis.  Pendek kata soto Mbak Sur memang jos.
Di samping berjualan makanan Mbak Sur juga memasok sembako ke beberapa warga kampung dengan tempo pembayaran satu bulan. Â Satu hal yang membuat saya kadang geli adalah sifatnya yang sok tahu. Â
Suatu saat saya mengambil dua sak beras ( tiap sak berisi 5kg) dengan pertimbangan supaya tidak terlalu banyak hutang yang harus saya bayar di bulan depan.Â
Namun dengan sigap Mbak Sur berkata, "Oh, Â ya tidak cukup Mbak, Â Kalau untuk sampeyan, Â paling tidak harus empat atau lima sak, " katanya sok tahu.Â
Dan sore itu beras datang ke rumah saya. Â Bisa ditebak, Â jumlahnya adalah lima sak!
Saya cuma geleng-geleng kepala  melihat ulahnya. Tak apalah, hitung-hitung ikut menghidupkan gerakan ekonomi kerakyatan, pikir saya.
Membicarakan Mbak Sur rasanya tidak lengkap jika tidak dikaitkan dengan politik. Pada saat ramai ramainya pileg dan pilpres Mbak Sur juga tak kalah sibuk. Â Di depan rumahnya ada spanduk kecil yang berisi foto caleg dan lambang partai tertentu.
Jika biasanya ia berkeliling kampung membawa makanan, Â kini membawa map. Â Wah, Â penampilan baru, Â pikir saya.
"Mbak,  sampeyan mau  pisau dapur yang bagus?  Gratis lagi? " tanya Mbak Sur pada saya.
"Ya mau, " jawab saya tertarik.
" Syaratnya, Â saya minta fotocopy KTP dan KK, " katanya sambil membuka mapnya. Ada tertera nama nama, Â alamat dan no KTP dan KK. Â Saya tiba tiba merasa kurang enak. Â Ada wanti-wanti bahwa kita tidak boleh sembarangan memberikan data pribadi pada orang lain.
"Nanti saja Mbak Sur, Â itu siapa sih yang bagi-bagi pisau? " tanya saya ingin tahu.
"Ooh, Â ini caleg, mbak, Â saya tim suksesnya, " katanya bangga.
" Dari partai apa? " tanya saya lagi.
"Ya mbuh.., Â bukan urusan saya. Â Yang penting saya dapat pisau, " jawabnya ringan.Â
Dalam hati saya tertawa. Â Kok bisa tim sukses tidak tahu partainya.
Di akhir tahun 2019 Mbak Sur mengadakan arisan putaran baru untuk orang-orang kampung karena arisan lama putarannya sudah habis. Â Arisan dengan besaran Rp 100.000 ini sangat kami tunggu, Â karena dapatnya lumayan. Â Sekitar 3 sampai 3.5 juta. Arisan sudah berjalan kira-kira satu tahun dan kemarin saya ada kesempatan untuk ngobrol dengannya masalah arisan.
" Ini masih kurang dua tahun ya? " tanya saya.
"Lho.. Â Masih lama, Â Mbak, "jawab Mbak Sur.
"Masih lama? Katanya tiga tahun? " tanya saya heran
"Bukan Mbak, Â pokoknya arisan ini nanti habisnya pas Pak Joko turun. Â Dapatnya lima juta lebih, " jawabnya mantap.
"Pak Joko siapa?" kejar saya.
"Pak Jokowi," jawabnya ringan.
"Astaghfirullah..."
Saya tertegun. Â Berarti hampir lima tahun. Â Arisan terlama yang pernah saya ikuti!
Saya tahu pasti Mbak Sur dan suaminya adalah pendukung berat Pak Jokowi. Â Tapi mbok ya jangan lamanya arisan digenapkan dengan lama jabatan Pak Jokowi. Â Lamanya itu lho..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H