Dia penjahat kelas kakap.
Dia tak kan pernah berhenti menyerang.
Sampai ketitik nadir terendah.
Dia yang di musuhi banyak orang.
Tapi dia tak pernah lelah
dalam menyerang.
Hingga membuat orang-orang kelimpungan.
Dia. . . Seharusnya pergi tak kembali.
Lenyap tanpa bekas.
Dia. . . Harus bisa dibasmi tanpa sisa.
Dia... Tak perlu diampuni.
Karena dia pun tak punya hati.
Dia mengiris kalbu hinggu pilu.
Hingga tersisa jiwa yang semu.
Dia. . . Yang membuat air mata selalu membasahi pipi.
Hingga membuat kelopak mata ini mengering.
Dia. . . Yang sering membuat orang ingin menyerah.
Membuang sia-sia apa yang telah diperjuangkannya.
Tetapi dia. . . .
Yang mengajarkan kita bagaimana berjuang detik demi detik.
Mengajarkan kita bagaimana sebuah pengorbanan untuk menemukan keajaiban.
Dan dia juga yang mengajarkan kita bahwa waktu sangatlah berharga.
Ahh. . . Seandainya dia berbentuk seperti roti.
Rasanya kuingin meremasnya.
Hingga dia pun hancur berkeping-keping.
Kanker yang sangat kami benci.
Bagaimana caranya kami menyuruhmu pergi?
Dia. . . Kanker yang selalu mengganggu.
Tak pernah menyerah oleh waktu.
Dan kami pun tak kan semudah itu menyerah padamu.
Kulon Progo, 3 September 2014.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI