Mohon tunggu...
Yulia Ayu Sri Rahmawati
Yulia Ayu Sri Rahmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta

Mahasiswa Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Politik

Malaysia-Indonesia: Kerja Sama Trans-Borneo Power Grid Sarawak-West Kalimantan Interconnection

15 Juni 2023   13:02 Diperbarui: 15 Juni 2023   14:23 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

              

         Energi listrik merupakan kebutuhan utama dalam kehidupan. Energi listrik digunakan dalam berbagai sektor kehidupan, seperti kebutuhan rumah tangga, penerangan, industri, maupun umum. Kebutuhan energi listrik akan terus meningkat seiring dengan adanya perkembangan teknologi, pertumbuhan jumlah penduduk, maupun aktivitas yang membutuhkan energi listrik lainnya. Oleh sebab itu, terpenuhinya pasokan listrik sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan kehidupan manusia. Berkaitan dengan itu, listrik di suatu negara dipasok oleh suatu perusahaan yang bertanggung jawab memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. Pemasok energi listrik terbesar di Malaysia dipegang oleh Tenaga Nasional Benhard (TNB) yang beroperasi untuk wilayah Semenanjung Malaya dan Sabah. Selain itu, Malaysia memanfaatkan batu bara, gas alam, serta energi matahari untuk pemenuhan kebutuhan energi di negaranya. Hal tersebut juga berimplikasi terhadap harga listrik di Malaysia sehingga menjadi negara dengan tarif listrik termurah di ASEAN. Lebih daripada itu, Malaysia sebagai anggota ASEAN turut menjalin kerja sama interkoneksi listrik bersama anggota lainnya, salah satunya kerja sama ASEAN Power Grid (APG) yang telah berlangsung sejak ditandatanganinya MoU pada 2007 di Singapura. Berkaitan dengan itu, dalam MoU kerja sama ASEAN Power Grid (APG)  tercantum regulasi mengenai penetapan teknis, pajak dan tarif listrik, pembiayaan program, serta perdagangan listrik.

           ASEAN Power Grid (APG) merupakan kerja sama interkoneksi listrik antaranggota ASEAN yang telah direncanakan sejak 1997. ASEAN Power Grid (APG) termasuk satu dari tujuh area program kerja sama energi ASEAN atau APAEC yang didahului dengan pembentukan organisasi kelistrikan, HAPUA (Heads of ASEAN Power Utilities/Authorities). Asean Power Grid (APG)  bertujuan untuk mempermudah akses dan transaksi listrik lintas batas, mendorong pembangunan pembangkit listrik, serta meningkatkan pemerataan listrik di ASEAN.

         Kerja sama ASEAN Power Grid (APG) terjadi menjadi tiga wilayah kerja, yaitu wilayah utara yang mencakup Laos, Myanmar, Kamboja, Vietnam, dan Thailand;  wilayah selatan yang mencakup Singapura, Malaysia, dan Indonesia Barat (Pulau Sumatera dan Kepulauan Riau); serta wilayah timur yang mencakup Indonesia Timur (Pulau Kalimantan), Filipina, dan Malaysia.

           Salah satu proyek ASEAN Power Grid (APG) yang melibatkan Malaysia merupakan kerja sama interkoneksi listrik antara Sarawak dan Kalimantan Utara atau Trans-Borneo Power Grid Sarawak--West Kalimantan Interconnection. Melalui Trans-Borneo Power Grid Sarawak--West Kalimantan Interconnection, akan dilakukan impor  275 Kv Regional Interconnection High Voltage Transmission Line (HVTL) dari Mambong, Sarawak sampai Bengkayang, Kalimantan Barat, serta 150 Kv Regional Interconnection High Voltage Transmission Line dari Bengkayang ke Ngabang dan Ngabang ke Tayan. Kerja sama ini juga mencakup pembangunan tower dan jalur transmisi, serta pembangunan gardu induk tambahan di Serawak, pembangunan gardu induk baru untuk aliran listrik bertegangan 275/150 Kv di Bengkayang dan bertegangan 150/20 Kv di Ngabang dan Tayan. Selain itu, dilakukan perbaikan pada jalan akses gardu induk dan pembangunan fasilitas pelengkap. Kerja sama ini ditetapkan melalui penandatanganan Power Exchange Agreement (PEA) antara Sarawak Electricity Supply Corporation (SESCO) dengan PT PLN (Persero) yang berlaku selama 20 tahun. Perjanjian tersebut menjelaskan bahwa kerja sama akan terbagi menjadi dua fase, yaitu pada fase take and pay (5 tahun) SESCO akan mengalirkan listriknya ke wilayah Kalimantan Barat secara bertahap, besaran listrik dialirkan mulai dari 50 MW yang terealisasi pada bulan Januari 2016 dan terus meningkat dengan memperhatikan kondisi jaringan transmisi di Serawak maupun Kalimantan Barat. Kemudian, pada fase take or pay (15 tahun) yang memungkin kedua pihak untuk melakukan transaksi listrik dengan nominal sesuai kesepakatan (SESCO) mengekspor listrik ke Indonesia maupun sebaliknya).

           Kerja sama Trans-Borneo Power Grid Sarawak--West Kalimantan Interconnection bertujuan untuk meningkatkan pasokan listrik sehingga mempermudah akses penerangan untuk rumah warga, mengurangi penggunaan listrik berbahan bakar fosil yang masih banyak digunakan, dan mengoptimalkan pasokan listrik antarbatas-batas internasional. Selain itu, listrik yang akan dialirkan bersumber dari tenaga air sehingga mampu menurunkan biaya transmisi dan menghasilkan lebih sedikit emisi karbon. Namun dengan keuntungan yang diperoleh, Trans-Borneo Power Grid Sarawak--West Kalimantan Interconnection dikhawatirkan menimbulkan dampak yang signifikan bagi kedua negara.

           Pembangunan fasilitas pendukung aliran transmisi listrik dari Sarawak hingga Kalimantan Barat akan dibangun di atas topografi yang didominasi perbukiran, lahan pertanian, lahan perkebunan, ladang berpindah, hutan sekunder, semak belukar, pedesaan, dan pusat kota sekunder. Dampak-dampak yang ditimbulkan oleh adanya kerja sama  Trans-Borneo Power Grid Sarawak--West Kalimantan Interconnection, antara lain

a.   Penggusuran Lahan

             Diketahui bahwa pembangunan fasilitas pendukung kerja sama ini memerlukan lahan yang cukup luas, yang mana di Sarawak diperlukan lahan seluas 6.75 Ha untuk mendukung aliran bertegangan 275 kV HVTL, sedangkan di Kalimantan Barat seluas 22.1 Ha. Upaya pemenuhan lahan dilakukan dengan penebangan pohon-pohon besar sepanjang 45,6 km tanpa adanya penggusuran rumah. Hasil survey yang dilakukan juga menyebutkan bahwa pembangunan akan melewati 9,2 km kawasan campuran dengan 64 kepemilikan tanah dan 36,4 km kawasan asli. Berbeda dengan Serawak, pemenuhan lahan di Kalimantan Barat berdampak pada sedikitnya 589 rumah tangga dengan rincian 196 terdampak pembangunan menara transmisi, 10 rumah tangga terdampak pembangunan gardu induk Bengkayang, dan pembatasan penggunaan lahan terhadap 393 rumah tangga. Sementara itu, 20 rumah yang termasuk 589 rumah tangga tersebut dianggap merima dampak paling besar dan memerlukan bantuan khusus.

b.  Flora dan Fauna

           Pembangunan jalur transmisi 275 kV HVTL melewati topografi dataran rendah di sekitar perbukitan kapur yang kaya akan keanekaragaman hayati, bahkan diusulkan untuk menjadi Taman Nasional Dorek-Krian, serta kawasan hutan primer. Namun, pembangunannya hanya akan melewati wilayah dengan vegetasi sekunder yang bukan termasuk bagian dari usulan taman nasional. Sementara itu meskipun sebagian besar hutan telah terpengaruh oleh aktivitas manusia, aliran listrik bertegangan 275 kV HTVL di Kalimantan Barat akan melewati hutan produksi di sepanjang Bengkayang, sedangkan 150 kV HVTL akan melewati hutan produksi di Bengkayang, Tembawang, dan Tayan. Walaupun demikian, pembangunan tower tidak akan melewati wilayah yang dikategorikan hutan lindung, suaka alam, maupun taman nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun